DAYA LINUWIH PUSAKA-PUSAKA LELUHUR

4 Maret 2011

Bicara soal pusaka2 kita tunduk dan hormat kepada leluhur dengan ilmu pengetahuan leluhur karena leluhur kita itu toto, titi, gemi, nastiti, ati-ati. Kita harus menghormati leluhur walaupun berbeda agama dan tidak benar kalau leluhur kita menganut Animisme.

Tentang Pusaka2 Leluhur dimana pusaka leluhur ada 2 macam :
1. Wujud : Tosan aji.
2. Tidak Wujud : Ajaran.

Meremehkan pusaka berarti meremehkan leluhur kita karena pusaka dibuat oleh beliau-beliau. Pusaka membuka rahasia-rahasia alam.

Keris jumlahnya banyak sekali karena sesuai dengan rahasia alam dengan frekwensi-frekwensinya. Leluhur membuat keris dengan frekwensi-frekwensi umum sesuai dengan yang dibutuh-kan untuk menaikkan derajadnya.

Kitab-kitab suci harus dijabarkan untuk mendapatkan apa yang tersirat demikian juga pusaka harus dijabarkan.

Zat-zat di dalam tubuh yang dapat diolah oleh pusaka :
– Astral Magnetisme.
– Kriya Sakti.
– Kundalini.
– Rahsa.
– Roh.
– Bayu.

Ketinggian bangunan bisa mempengaruhi seseorang untuk dapat terolah.
Antara manusia dengan keris terjadi hubungan tarik-menarik :
– Mula-mula tingkat daya pada manusia ada di bawah daya keris.
– Daya pada manusia ditarik / diangkat oleh daya keris.
Manusia dalam keadaan diolah oleh keris.
– Daya pada manusia setingkat dengan daya keris.
Manusia sudah menyatu dengan keris.
– Daya pada manusia berkembang ke tingkat yang lebih tinggi dari
daya keris.
– Daya pada keris ditarik / diangkat naik bersama-sama dengan daya
pada manusia ke udara.
Daya keris diudarakan oleh manusia.

Sebaiknya supaya tidak mempunyai ambisi di dalam memiliki pusaka.
Pusaka (dan juga batu) dayanya cocok-cocokan dengan seseorang.
Hal semacam ini termasuk dalam Cakra Manggilingan.
Kalau dulu pusaka itu miliknya / buatan leluhurnya / milik leluhurnya maka sekarang akan menjadi miliknya lagi.
Orang lain mencari (ingin mendapatkan) pusaka itu tidak mendapatkan, tetapi orang ini tidak mencari malah mendapatkan pusaka itu.
Jika ada pusaka di dalam keluarga maka harus dikuasai benar dan dipesankan kepada keturunan bahwa nantinya akan mengalami hal-hal yang tidak wajar supaya keturunan nantinya tidak menjadi bingung dan tidak tahu harus bertanya kemana.

Jika seorang diberi pusaka pertama kali biasanya pusaka akan diganti-ganti,sampai pada suatu saat pusaka yang diberikan adalah pusaka tetap artinya dia sudah kuat oleh daya pusaka tersebut yang isinya semua daya-daya dari pusaka-pusaka sebelumnya ada pada pusaka yang ampuh tersebut.

Pusaka yang sudah menyatu atau manunggal dengan badan halus manusia, maka pusaka itu apabila hilang akan dapat kembali lagi bersamaan dengan pijaran sinar di dekat jantung. Dan jika orang tersebut meninggal dunia maka bersamaan dengan itu ujung pusaka tersebut lepas menembus rangkanya. Orang yang sudah manunggal dengan pusaka biasanya hanya mempunyai satu pusaka itu saja.

Jika suatu pusaka sudah menyatu dengan sesorang maka daya pusaka itu sudah ada di badan orang tersebut (sudah terolah sehingga mempunyai daya pusaka tersebut), tanpa adanya pusaka tersebut maka badan orang tersebut bisa memancarkan daya seperti daya pusaka tersebut.

Di dalam menghunus pusaka hendaknya harus terhunus seluruhnya, jika seandainya terbuka hanya setengah lalu dimasukkan kembali maka apabila kita membatin / berjanji akan tertulis seperti apa yang telah ditetapkan.

Bila sedang menghunus pusaka dan gerak dari pusaka tersebut mengarah kebawah itu tandanya adalah putusan sesuai dengan apa yang dimohon.

Memandikan Pusaka :
Dengan campuran : air nanas (2) dan air kelapa (1). Setelah karat bersih lalu dibersihkan dengan air kemudian diangin-anginkan (dikeringkan tanpa dilap dan jangan terkena sinar matahari langsung), terakhir setelah kering diberi minyak wangi melati atau apa saja (mawar, cempaka, dll).

Waktu yang baik untu pembersihan pusaka: Boleh pada bulan Suro atau bulan Maulud, didalam bulan Suro sebaiknya setelah hari ke sepuluh karena dari tanggal 1 sampai tanggal 10 Suro, pusaka Keraton Yogya dan Solo sedang dimandikan dan dikhawatirkan terjadi benturan daya.

Pengolahan pusaka : 1 set.
* Bagian kiri (cakra X) :
– Getaran masuk dari sebelah kiri badan.
– Menerima kuliah.
– Ilmunya Syeh Maulana Magribhi.
* Bagian kanan (cakra XI) :
– Getaran masuk dari sebelah kanan badan.
– Wisuda tapi belum skop luas.
– Ilmunya Syeh Abdul Kadir Jaelani.
* Bagian tengah (cakra VII) :
– Getaran masuk dari bagian tengah badan.
– Sudah bisa mengobati dan mendayagunakan daya dari alam/jagad.
– Ilmunya Syeh Jumadil Qubro. Jumadil Qubro = Jumbuh Karo
Adiling Jagad = Ketemu dengan adilnya jagad. Qubro = Jagad.

Arti dari pada angka (daya yang berlaku dan luk pada pusaka) :
1 = Manusia.
2 = Manunggaling Kawulo Gusti.
3 = Allah, Muhammad, Rasullullah = Bapa, Putera, Roh Kudus.
= Sang Hyang Nur Cahyo, Pikulun Podo Wenang, Ismoyo
(Jinangkungan).
4 = Nafsu-nafsu manusia.
5 = Utusan (Honocoroko).
6 = Nentoake (Menentukan / Menetapkan).
7 = Pitulungan (Pertolongan).
8 = Turunnya Mahkuto Romo.
9 = Wali Songo (Ilmu Tuhan).
0 = Makrifatullah.
10 = Manusia yang mendekatkan diri ke Tuhan (Tuhan Sendiri).
11 = Manusia dengan Tuhannya (Dhat / Atom Allah).
12 = Apostle (Pengikut / Murid Kristus).

Contoh :
Luk 25 artinya : 2 = Manunggaling Kawulo Gusti, 5 = Utusan.
Jadi luk 25 artinya manunggaling kawulo gusti, dhat diolah agar
menjadi utusan

Arti angka pada badan manusia (bagian yang mengalami pengolahan) :
1 = Daerah Sex.?
2 = Pusar.?
3 = Solar Plexus.?
4 = Ulu Hati.?
5 = Bahu Kiri Kanan.?
6 = Punuk.?
7 = Leher.?
8 = Kepala.
9 = Jantung.

Contoh :
Wahyu Makuto Romo kodenya angka 8, 8 = angka kepala.
Jadi untuk mendapatkan Wahyu Makuto Romo maka bagian badan yang terolah adalah kepala.

Luk 25 artinya : 2 : Manunggaling Kawulo Gusti.
5 : Utusan.
Jadi luk 25 artinya manunggaling kawulo gusti, dhat diolah agar menjadi utusan, dayanya : jika kita semedi maka para malaikat akan turun dan beliaupun akan turun.

Luk 17 artinya : 1 : Manusia.
7 : Langit-langit
Jadi luk 17 artinya kontak dengan para leluhur dari lapisan-lapisan langit.

Luk 12 artinya mengolah manusia dari sifat 12 apostle untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati (Podo Wenang), berjalan di jalan yang lurus (12 sifat manusia yang seperti 12 apostle akan diluruskan)

Luk 5 mengolah manusia menjadi utusan yaitu menjadi manusia yang relnya lurus di jalan Allah (moral, mental, watak, sifat, perilaku, spiritual dan pembawaan yang terpuji).

Khodam adalah isi keris, bukan daya dari keris.
Tingkat dasar seseorang bisa mengetahui isi keris, syaratnya orang tersebut sudah terbuka Shadiqul Wa’dnya (Atom yang tak pernah ingkar) sehingga bisa mendapatkan keterangan yang sejelas-jelasnya.

Apabila orang-orang banyak mengetahui daya dari pusaka-pusaka maka dikhawatirkan akan mengakibatkan pencurian pusaka-pusaka.

Pusaka-pusaka ada yang mempunyai hubungan gaib dengan suatu wilayah tertentu, misalnya : Pusaka A hubungan gaibnya dengan gaib dari Srandil.

Jika 2 pusaka dikatakan bertemu (pertemuan pusaka) maka itu bisa berarti pertemuan :
1. Antar isi pusaka (daya pusaka).
2. Antar gaib-gaib yang ada hubungannya dengan pusaka-pusaka tersebut.

Pusaka dan sesaji merupakan sarana untuk berdialog dengan Tuhan dan berhubungan dengan leluhur.

Manusia harus memakai sarana (kecuali dalam keadaan terpaksa / darurat) untuk menjaga jangan sampai manusia merasa seperti Tuhan (manusia itu kuasa tetapi tidak maha kuasa).

Tanpa sarana pasti kodenya salib, orang digerakkan dalam cross position.

Jangan sengaja mendatangkan leluhur (ilmu menghadirkan itu dilarang agama) karena bisa ada jin / roh halus yang mengaku leluhur kita. Leluhur hadir tanpa kita menghadirkan dengan sengaja adalah hak Tuhan. Leluhur yang sudah di sisi Allah dikirim oleh Tuhan sebagai malaikat untuk kita (dari leluhur kita sendiri).

Mengetahui daya pusaka jika kita sedang kontak :
1. Tulang iga sebelah kiri kita hidup artinya kita kontak dengan Beliau perempuan.
2. Tulang iga sebelah kanan kita hidup artinya kita kontak dengan Beliau laki-laki.

Kode-kode penglihatan :
– Segitiga : Bagian jantung diolah secara spritual.
– Roda : Cokro Manggilingan (perjalanan hidup manusia).
– Bintang Lima : Petunjuk Tuhan (Surat An Najm).

Ada pusaka yang scopenya Jagad karena pusaka tersebut mengolah Atman.
Pusaka itu mengolah manusia menjadi manusia An Naas sehingga manusia itu bisa memancarkan Atman yang bisa menembus apapun sehingga bisa mempengaruhi jagad. Daya dengan skope jagad keluar dari Cakra 7 (Cakra Mahkota). Daya dengan skope semesta keluar dari Cakra 10 dan 11 (Cakra-cakra Bahu Kiri dan Kanan).

Keris Majapahit umumnya tarikan vertikalnya tinggi. Ada pamor Ratuning Keris dan Pendetaning Keris, kedudukannya lebih tinggi Pendetaning Keris dari pada Ratuning Keris.

Pusaka dapat menunjuk surat dari al Qur’an atau al kitab dengan makna dan bimbingan dimaksud untuk manusia. Apabila pusaka di dalam dayanya menunjuk surat As Shaad, maka pengolahannya ada pada jantung dan sudah pasti levelnya tinggi. Karena dijantung terletak AKU sebagai zat Tuhan.

Pusaka putih :
– Pusaka putih licin disebut Panditone Pusaka.
– Pusaka putih kasar.

Pusaka tanpa pamor :
– Pusaka yang besinya hitam tidak ada pamornya dayanya adalah kuasa / kekuasaan.
– Pusaka yang besinya putih tidak ada pamornya dayanya adalah sifat putih.

Pusaka dengan besi kemerah-merahan / merah bata (Tosan Malik / Besi Melik) biasanya untuk santet dan untuk pertempuran. Sarananya dengan menggunakan serbuk besi. Pusaka ini bagus untuk bentengan, bisa Tumpes Sak Turunan (Tumpas Satu Turunan).
Pusaka ini berdaya Olo Biso Becik Biso (Jahat bisa baik bisa) tanpa perlu sambatan, tanpa pamor juga berdaya bagus.

Pusaka Wrani : Keris yang terdiri dari campuran besi dengan lumpur yang bisa berakibat kulit gatal-gatal, dapat membuat kulit dan daging dapat busuk, jika kena anginnya saja dapat berakibat kulit dan daging buduk.

Pusaka dari bahan Meteor tarikan vertikalnya tinggi, dayanya Hangliputing Jagad (meliputi dunia).

Pusaka pamor Tiban sifat vertikalnya tinggi sekali yaitu sifat Wahyu.

Pusaka-pusaka yang bisa menghidupkan / menggerakkan / mengudarakan pusaka-pusaka lainnya :
– Keris Oumyang Majapahit.
– Keris Sangkelat.
– Keris Nogo Balik.

Pusaka pamor inti biasanya dayanya khusus (1 daya), tetapi ada juga pusaka dengan pamor inti yang isinya 4 daya.
Pusaka dengan pamor inti ini harus diukup tiap-tiap Jumat Legi /Kliwon supaya jika kita sedang dalam bahaya maka isi dari pusaka tersebut (keluar seperti orang / manusia) akan masuk ke dalam badan kita untuk membentengi kita dari bahaya (misalnya jika kita mau diracun orang).
Contoh pamor inti : pamor Gambar Sunyo.

Pusaka-pusaka yang sifatnya menetralisir dan bentengan harus sering-sering diberi minyak wangi (melati dll) untuk membersihkan dari daya-daya yang disedotnya.

Sebelum 4 Mpu dari Jawa Barat datang ke Jawa Timur, di Jawa Timur ada Mpu Pitrang dan Mpu Gandring.
Selain dibuat ke 2 Mpu tadi keris-keris Majapahit dibuat oleh resi-resi dimana keris buatan mereka pamornya tidak jelas.

Empu Keleng didalam membuat pusaka mempunyai ciri khas pada pamor dengan gambar binatang.

Ornamen pada keris :
– Harimau : lambang kekuasaan.
– Harimau duduk : menjaga.
– Harimau berdiri : kuasa tetapi pasrah pada Allah.
– Burung Hong (Phoenix) : lambang rejeki.
– Padi : lambang kelurusan dan rejeki.
– Naga horizontal : daya pusaka masuk ke dalam tubuh manusia.
– Gajah adalah lambang jalan lurus (gajah jika berjalan selalu lurus ke depan, tidak berbelok).
– Kuda laut adalah lambang menegakkan kelurusan (kuda laut selalu berenang tegak, tidak rebah seperti ikan)
– Kalajengking / Scorpio adalah lambang bila ilmunya lurus maka akan selamat tetapi bila tidak lurus maka akan buruk akibatnya (jika kalajengking ekornya lurus tidak berbahaya, tetapi jika ekornya melengkung / tidak lurus maka bisa menyengat / terkena racun).

Empu Ki Kuwung didalam membuat pusaka mempunyai ciri khas memasukkan sabda Beliau : Sopo Sing Kanggonan, Sesok Uripe Kan Raharjo (Siapa ketempatan pusaka ini (pusaka Ki Kuwung) hidupnya akan sejahtera).
Cirinya : Kerisnya agak lebar dan di pejetannya ada ciri khasnya.

Orang yang masih senang dengan sifat duniawi disebut “Gandrung”, tetapi orang yang mempunyai sifat vertikal (keTuhanan) yang sangat tinggi disebut “Gandring”. Oleh karena itu pusaka Mpu Gandring sangat ampuh.

Kayu Tumongo (Timoho) yang rupanya asli belang-belang dipakai untuk
warangka dan pegangan keris yang tua, sifat vertikal tinggi.

Pusaka Kerajaan Kahuripan (Jawa Timur).

Pusaka kerajaan Kahuripan (Jawa Timur) ada 2 :
1. Pusaka Erlangga (Pusaka I / Pusaka pegangan raja / pusaka raja pribadi)
2. Pusaka Dewi Sekar Taji (Pusaka II / Pusaka kerajaan).

Pusaka Erlangga.
Adalah Pusaka pegangan raja / pusaka raja pribadi.

Pusaka Dewi Sekar Taji.
Pusaka Dewi Sekar Taji luk 10 adalah pegangan wanita.
Sekar = Bunga. Ta = Tesing Gusti = Atom Allah.Ji = Aji.

Pusaka Kerajaan Pajajaran (Jawa Barat).

Pusaka kerajaan Pajajaran (Jawa Barat) ada 2 :
1. Pusaka Singa Putih (Pusaka I / Pusaka pegangan raja / pusaka raja pribadi)
2. Pusaka Manglar Mongo (Pusaka II / Pusaka kerajaan)

Pusaka Singa Putih.
Adalah Pusaka pegangan raja / pusaka raja pribadi.

Pusaka Manglarmongo.
Punya pengaruh di jantung, orang yang memegang pusaka ini harus putih.
Manglar : Mengembang / meluaskan sayap.
Mongo : singkatan dari Mo – Go – Bo – To – Ngo, yaitu mematikan hawa
nafsu / teguh dalam iman.
Manglar Mongo : Meluaskan sayap tetapi teguh dalam iman.
Gajah : Kelurusan.
Gajah Mongo : Lurus dalam iman (teguh).
Ada keris pamor Naga Manglar Mongo dan Ganesha Manglar Mongo.
Cakra mahkota (cakra VII) kalau disamakan dengan keris pamornya Manglarmongo dengan gambaran burung garuda yang mengembangkan sayapnya dengan lebar.
Maksudnya adalah : Mongo = cakra VII, Manglar = menjangkau dengan luas. Daya yang skopenya Jagad keluar dari Cakra Mahkota.
Contohnya : Daya yang diolah oleh pusaka Manglar Mongo.
Daya yang skopenya Semesta tapi belum jagad keluar dari Cakra-Cakra Bahu (Cakra 10 dan 11).
Contohnya : Daya yang diolah oleh pusaka Wahyu / Wali Songo untuk menggerakkan Gaib-gaib kenegaraan se Indonesia.

Pusaka Kerajaan Majapahit (Jawa Timur).
Pusaka kerajaan Majapahit (Jawa Timur) ada 2 :
1. Pusaka Sangkelat (Pusaka I / Pusaka pegangan raja / pusaka raja pribadi).
2. Pusaka Condong Campur (Pusaka II / Pusaka kerajaan).

Pusaka Sangkelat.
Sangkelat : Sang Komo Lati = Hayat hidup diucapkan jadi.
Sang = Sifat tinggi.
Komo = Hayat hidup.
Lati = Ucapan.
Sifatnya tidak ingin diungguli / diserang oleh pusaka-pusaka lainnya (kedudukan-nya sangat tinggi : sifatnya diatas pamor pusaka lainnya.

(Zaman Majapahit) ).
Mpu Supo Sepuh adalah pembuat pusaka Sangkelat.
Pusaka Sangkelat adalah pusaka Raja Majapahit sejak Raja Raden Wijaya.
Dayanya semua daya dari pamor-pamor yang ada pada pusaka-pusaka baik pamor inti maupun pamor campur ada di pusaka Sangkelat (pusakanya /pegangan Raja).
Dalam riwayat pusaka Sangkelat pernah lepas dari rangkanya dan bertarung diudara dengan pusaka lainnya yang menyerang. Prabu Brawijaya tidak dapat menurunkan pusaka tersebut dari udara, maka dipanggillah Mpu Supo untuk menurunkan pusaka tersebut. Mpu Supo dengan menggunakan Pusaka Condong Campur akhirnya dapat menurunkan pusaka-pusaka yang sedang bertarung tersebut ke bawah.

Pusaka Condong Campur.
Condong campur maksudnya campur dengan aspirasi rakyat.
Istilahnya seluruh daya dari pusaka-pusaka menjadi campur.
Sifatnya menetralisir pusaka-pusaka lain yang berlawanan sehingga tidak terjadi benturan-benturan / perang antar pusaka (Dibuat oleh Mpu Supo).
Condong Campur adalah pusaka untuk kewibawaan dalam wilayah, berwibawa terhadap rakyat. Pusaka ini adalah pusaka zaman Majapahit yaitu pusaka kerajaan / negara.

Pada zaman Islam pusaka raja adalah pusaka Nogo Sosro Sabuk Inten.
Sifatnya membentuk kejiwaan raja dan kesaktian.
Dibuat oleh Mpu Supo Gati (adik dari Mpu Supo Sepuh).
Nogo Sosro = Sejuta Nur Gaib.
Dalam Agama Budha daya pusaka Nogo Sosro ini sama dengan Sejuta Budha.

Pusaka Pengayom / Pelindung Nuswantara Pada Zaman Majapahit.

Pusaka pengayom / pelindung Nuswantara pada zaman Majapahit :
1. Pusaka Oumyang Majapahit.
2. Pusaka Sabdo Palon (SP).
Pasangan / Gandengan pusaka Oumyang Majapahit adalah pusaka Sabdo Palon (SP). Pusaka Oumyang Majapahit tanpa pusaka Sabdo Palon (SP) akan pincang.

Pusaka Oumyang Majapahit.
Oumyang = Yang Maha Tinggi.
= Yang Maha Kuasa : Kuasa atas segala kekuasaan dan kuasa atas segala kekayaan. Enersi yang maha tinggi bersifat keTuhanan.
Menurut Buku Keris, Pamor Oumyang Majapahit adalah pamor Pakar (orang yang ahli / keahlian), diistilahkan : Sepiro musuhe kekes kabeh (Sebanyak / sesakti apapun musuhnya kalah / habis semua).

Daya pusaka Oumyang Majapahit (dari pamor Pakar) :
1. Kuat angkat junjung drjad. Kuat junjung drjad :
– Kuat junjung orang dari kegelapan.
– Kuat junjung derajad orang.
– Kuat menyembuhkan keadaan yang sakit (perlu pusaka skope jagad). Kuat angkat junjung berarti kuat angkat orang /bangsa dari kegelapan. Sebelum dijunjung, orang / bangsa harus diangkat dari kegelapan.

Caranya dengan : Angleledo, Bejane sing dipunduti candrane kahening siro sedoyo. –> Ciri Satrio Piningit.
Angleledo = menyamarkan / menggoda.
Dipunduti = sepertinya diminta untuk memenuhi suatu persyaratan agar hidupnya terangkat.
Semua kegelapan manusia bersumber dari Amarah (tetapi Amarah ini banyak kawannya), jika kita bisa mengendalikan Amarah maka akan bisa mengawali dan bisa mengakhiri sehingga bisa menggarisbawahi cukup sampai disini (seperti
Aku – kembali kepada Tuhan).

2. Sepiro musuhe kekes kabeh (Sebanyak/sesakti apapun musuhnya kalah/habis semua). Sesakti apapun musuhnya jika dihidupkan Akunya tidak akan berdaya.

3. Ojo pisan-pisan siro kumawani,sing wani yen ora loro yo edan (Jangan sekali-kali terlalu berani (anggap remeh), jika berani akan sakit atau gila.
Isinya : Wanita (wadah suci)
Lambang Isi Oumyang Majapahit :
Semuanya ada disitu (Yang Maha Kuasa : Kuasa atas segala kekuasaan dan kuasa atas segala kekayaan).

Karena semuanya ada disitu maka Tuhan-Tuhan Kecil akan pergi, roh-roh halus sesakti apapun tidak berani (seperti Lengkung Kusumo).
Tuhan kecil –> membuat nafsu menjadi dayanya –> daya mistik.
Surat yang ditunjuk :
1. Surat Adz Dzaariyaat (Angin yang mencerai-beraikan). –> Alif.
2. Surat Al Ghaasyiyah (Hari selubung malapetaka). –> Lam.
3. Surat An Fushshilat (Yang dijelaskan). –> Mim.

Ujian dari pusaka Oumyang Majapahit adalah membawakan sifat cinta kasih (sifat pemurah, pengasih dan penyayang).

Pengaruh Oumyang Majapahit :
– Dilayani / diladeni orang-orang.
– Jika orang sedang bertapa didatangi pusaka ini maka dia harus menghentikan tapanya (harus selesai).

Daya pada orang yang menyatu dengan Oumyang Majapahit :
1. Tidak ada yang tersembunyi.
2. Kata dari sana diucapkan maka akan seperti sajadah terbentang (diberi selubung yang hanya orang itu yang bisa melepaskannya) jika orangnya sudah keterlaluan. Oumyang Majapahit warangkanya harus diberi selongsong emas (lambang kemuliaan).

Pusaka Oumyang Majapahit sifat dayanya adalah kuasa ilmu dan orang diajak untuk marifat. Oumyang Majapahit adalah sumber elmu.
Sifat dayanya adalah kuasa ilmu dan mengajak orang untuk marifat. Dan siapa yang berani menghunus pusaka ini maka harus berani untuk diajak marifatullah dengan ilmu-ilmu gaib.
Bila seseorang yang masih menggunakan nafsunya maka dia tidak akan kuat atau tidak tahan jika dia datang ke Tebet karena mau tidak mau dia akan terolah dengan Pusaka Oumyang Majapahit.
Selama orang masih menganut ilmu yang sifatnya kesaktian atau yang sifatnya mistik maka bila orang itu ke Tebet akan berakibat ilmu tersebut akan Badar (hapus).
Bagi yang datang ke Tebet sadar atau tidak sadar akan ditempelkan Condronya Beliau melalui Pusaka Oumyang Majapahitnya, oleh karena itu jika kita dipernahake (dinasehati) oleh Bapak maka kita harus menurut dan mengerjakan apa yang diminta.
Didalam pengolahan terhadap Pusaka Oumyang Majapahit maka akan terdapat istilah : Yen Lakumu Lan Sowanmu Ketompo, Sak Penjaluke Ing Roso Katekan, maksudnya adalah asalkan laku / amalanmu dan
kedatanganmu diterima maka bila melaksanakan suatu permohonan dengan
membatin di dalam hati, maka permohonannya akan sampai.
Rahasia dari Pusaka Oumyang Majapahit adalah dapat menghidupkan /
mengudarakan pusaka-pusaka yang lainnya.
Pusaka Oumyang Majapahit mengolah manusia untuk ditingkatkan
spiritualnya tingkat demi tingkat dilewatkan Jembatan Shiraathal
Mustaqiim sampai Alam Lahut yang menghasilkan daya Sastro Jendro Hayu
Ningrat Pangruwating Diyu artinya manusianya bisa mempunyai daya
Ngudari Benang Ruwet (menguraikan masalah).
Oumyang Majapahit itu pengolahannya pada Aku (Gaib Tuhan sendiri)
yaitu Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan, Yang Awal dan Yang Akhir
(Dalam Al Kitab : Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang
Akhir, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan dan Aku akan datang
sebagai Manusia untuk menghakimi).
Juga mengolah manusia untuk dapat mempunyai daya Kun Fa Yakuun.
Karena pengolahannya pada Aku maka jika Oumyang Majapahit dihunus
akan berdaya untuk menghidupkan dan mematikan sesuatu, mengawali dan
mengakhiri sesuatu sehingga tidak boleh dihunus secara sembarangan
(diistilahkan : Kudu Ono Gawe / Kudu Entuk Gawe = Harus ada yang
dikerjakan).

Jadi bila terpaksa dihunus harus ditentukan tujuannya :
– Yen arep nguripke, nguripke opo / sopo.
– Yen arep mateni, mateni opo / sopo.
– Yen arep ngawali, ngawali opo.
– Yen arep ngakhiri, ngakhiri opo.
(Jika ingin menghidupkan, menghidupkan apa / siapa)
(Jika ingin mematikan, mematikan apa / siapa)
(Jika ingin mengawali, mengawali apa)
(Jika ingin mengakhiri, mengakhiri apa)
Daya Oumyang Majapahit adalah daya Surat Adz Dzaariyaat : Kuasa
Mukjizat.
Pengolahan Oumyang Majapahit untuk mendapatkan Enersi Yang Maha
Tinggi sehingga bisa melepaskan manusia dari lepetan-lepetan / dosa
dalam waktu singkat.
Pusaka Oumyang Majapahit mengolah Enersi Yang Maha Tinggi pada diri
manusia sehingga:
– Bisa mengetahui daya-daya yang akan turun dari langit.
– Mempunyai firasat yang tinggi.
– Manusia yang memegang pusaka tersebut dapat terkabul
permohonannya (Sak Penjaluke Ing Roso Katekan).

Pusaka Oumyang Majapahit mengolah pada :
1. Mematikan nafsu darah (Wahyu Sastro Jendro Hayu Ningrat
Pangruwating Diyu).
Gunanya untuk mengangkat / melepaskan dosa-dosa kita / orang
lain akibat perbuatan hidupnya / dosanya sendiri.
Untuk memberikan terang kepada orang yang terkena elmu tidak
bisa dengan daya ini.
2. Mendayagunakan Atom dari Energi Yang Maha Gaib.
Dayanya mengangkat / melepaskan / memberikan terang kepada
kita/orang lain dari elmunya sendiri maupun diserang orang lain.
Bila sudah berhasil mendayagunakan Atom dari Energi Yang Maha
Gaib maka dapat disebut Marifat dari Marifatullah.

Oumyang Majapahit mengolah seseorang untuk menjadi marifat,
mengolah cakra 13 dan orang diajak supaya bisa mencapai nol /
kosong baik itu materi, fisik maupun rohani lalu dilewatkan
Jembatan Shiraathal Mustaqiim.
Bila lulus diolah pusaka ini maka mengenai rezeki dan lainnya
akan bagaikan air mengalir di sungai Kautsar asal hidupnya
harus lurus bagaikan relnya Al Qur’an. Oumyang Majapahit adalah
kuasa ilmu-ilmu gaib, bisa mengudarakan pusaka-pusaka lain.

Riwayat dari pusaka Oumyang Majapahit :

Dibuat oleh seorang Empu yang mana setelah pusaka itu jadi, Empu tersebut takut bilamana pusaka ini jatuh atau ketempatan pada orang yang salah. Lalu oleh Empu tersebut pusaka ini dibuang ke laut dengan harapan suatu saat akan ada orang yang benar-benar cocok dan sanggup akan ketempatan pusaka ini.
Pada suatu ketika ada seseorang nelayan melihat seorang putri berteriak minta tolong di laut, lantas oleh nelayan tersebut putri itu ditolongnya. Namun begitu dipegang oleh nelayan, putri tersebut berubah menjadi sebuah keris.

Pusaka ini konon oleh Paku Buwono X dicari–cari dengan mengadakan sayembara karena Beliau mengetahui mengenai kedahsyatan dan kehebatan dari pusaka ini. Dalam sayembara itu dikatakan bahwa tidak hanya pusaka tersebut yang akan dirawat oleh Beliau tetapi juga orang yang menemukannya / menyimpannya akan diboyong ke keraton untuk dijadikan abdi dalem keraton karena Beliau sendiri merasa tidak kuat untuk ketempatan pusaka tersebut akibat gawatnya daya dari pusaka tersebut.

Tetapi nelayan yang mendapatkannya tidak datang bahkan dicari ke desanya tidak ketemu, menghilang bersama pusaka tersebut.

Pusaka ini didapatkan oleh Bapak Parwoto ketika bersama-sama tentara Indonesia di jaman Jepang memasuki kantor tentara Jepang yang sudah ditinggalkan. Saat itu sebagaimana lazimnya masa peperangan semua besi-besi yang ada dirampas oleh tentara pendudukan dan dikumpulkan untuk keperluan perang dalam hal ini termasuk juga pusaka-pusaka. Di dalam kantor tentara Jepang itu ada banyak pusaka hasil rampasan tentara Jepang (salah satunya adalah Oumyang Majapahit) yang kemudian dibagi-bagi di antara tentara Indonesia. Bapak Parwoto mendapatkan pusaka Oumyang Majapahit tanpa mengetahui pusaka apa itu sebenarnya (tidak memilih secara sengaja). Pusaka Oumyang Majapahit ini baru dikenali ketika akan diberi warangka, dibawa ke toko pembuat warangka dan dikenali oleh pemilik toko tersebut.

Pusaka Sabdo Palon (SP).
Sabdo = Sabda, ucapan.
Palon = Panutaning Ngaurip = Tuntunan Hidup.
Sabdo Palon = Sabdo Panutaning Ngaurip.
Noyo = Wajah.
Genggong = Langgeng.
Noyo Genggong = Langgeng Sifate.
Sabdo Palon Noyo Genggong = Sabdo Panutaning Ngaurip Langgeng Sifate.
= Tuntunan Hidup Yang Bersifat Langgeng.
Yang dimaksud dengan Sabdo Palon Noyo Genggong adalah Ajaran-Ajaran
Yang Tersirat Dalam Kitab Suci (Al Qur’an, Al Kitab dll).
Dahulu Ajaran ini dikumpulkan berupa sebuah buku yang ditulis oleh
Beliau Wali X.Yang datang bersamaan dengan datangnya pusaka SP : Anak-
Anak Kecil Bersayap.

Menurut buku keris, pamor pusaka SP adalah Pamor Ikar yang dayanya :
1. Wong Siji Biso Katon Sepuluh (Orang 1 bisa terlihat ada 10).
2. Biso Neka-ake Angin Prahoro (Bisa mendatangkan angin prahara).
3. Biso Anjagani Negoro (Bisa menjaga negara).
4. Sosok Kendit Mimang : Wong Sing Nduwe Karep Olo Bakal Bingung
(Bagaikan Kendit Mimang / Akar Mimang) : Orang yang berniat jahat
akan bingung sendi-ri).
Pusaka SP mengolah pada Cahaya Cinta Kasih, syaratnya orang harus mati nafsu da-gingnya (Kristus menebus dosa manusia dengan darahnya).
Lambang Isinya : Dia datang tanpa diduga, dia pergi tanpa diketahui (Aku datang bagaikan pencuri dalam kelengahanmu).
Surat yang ditunjuk :
1. Surat Al Qiyamah (Kebangkitan). –> Alif.
2. Surat Al Furqan (Pembeda). –> Lam.
3. Surat Al Fajr (Terbit Fajar). –> Mim.
Menurut buku keris, bila SP dihunus : Bakal Nekano Angin Prohoro,
Wong-wong Sing Nang Duwur Sing Ora Bener Bakal Tibo (Akan
mendatangkan Angin Prahara (Adz Dzaariyaat), orang-orang yang di atas
(para pemimpin) yang tidak benar akan berjatuhan).

Daya pusaka ini :
1. Bisa memisahkan yang bathil dan yang benar.
2. Bisa melepaskan orang dan yang bersifat bathil dari kegelapan
supaya menda-pat terang.
3. Wus Biso Wulang Wuruk (Bisa mengajar / memberi keterangan
tentang hal-hal yang Wingit (tentang gaib)).
Pemegang pusaka SP mempunyai daya :
– Bagaikan Kendit Mimang (Akar Mimang) : Orang yang berniat jahat
akan bingung sendiri (terkena daya Surat Al Furqon).
Akar Mimang adalah akar yang melingkar-lingkar, bisa untuk
menangkal daya negatif.
– Daya Salib Penyembuhan (Karunia Rohul Kudus Kuasa Menyembuhkan).

Pusaka ini mendatangkan cobaan dan ujian hidup yang berat (Aku akan
datang sebagai manusia. Jika Tuhan hidup mendekat kepada anda, maka
bukan kebahagiaan dan kemuliaan yang datang tetapi justru cobaan dan
ujian yang berat ).
Walaupun cobaan dan ujian dari pusaka SP berat tetapi pusaka ini
mendatangkan Keadilan dan untuk menyelesaikan suatu persoalan
(menggaris bawahi sampai disini saja).
Pusaka ini tidak mau diberi emas, cukup Kayu Tumongo / Timoho (Aku
tidak butuh emas, kalau sampai pusaka ini minta diberi selongsong
emas maka habislah orang-orang kaya yang mendapatkan kekayaannya
dengan tidak sah).
Kalau pusaka ini dipaksa masuk ke selongsong emas maka pusaka ini
akan keluar / naik dari warangkanya.
Umumnya Kayu Cendana, paling bagus di Kayu Gaharu tetapi berbahaya
untuk orang lain, cukup pegangan dan pendoknya saja, dayanya bagus.

Riwayat dari pusaka Sabdo Palon :
Tahun 1960 ada orang tua datang ke Pak Atmo menitipkan pusaka ini
dengan pesan bahwa isi dari pusaka ini ada di Jakarta / di Pak
Parwoto (Isinya datang) dan orangnya akan datang mengambil, lalu
orang tua itu pergi, dicari tidak ketemu (seperti menghilang).
Pusaka ini mendatangkan cobaan dan ujian hidup yang berat.
Tahun1967 ada cobaan dipundutnya putri kesayangan Beliau.
Tahun 1968 ada cobaan berat harta benda.
Tahun 1969 pusaka diambil oleh Pak Parwoto (Wadahnya dijemput).
Yang datang bersamaan dengan datangnya pusaka SP : Anak-Anak Kecil
Bersayap.
Tahun 1970 pada Malam Natal turun Cahaya Allah yang gambarannya
berupa Bunda Maria dan Yesus.
Pengertiannya adalah Bunda Maria = Wadah Suci & Yesus = Roh Kudus =
Roh Suci, berarti yang diterima Pak Parwoto hakekatnya adalah :
Sucikan wadah (badan) karena Roh Kudus akan masuk (akan memakai
wadah), dengan kata lain akan diolah untuk menerima Karunia Roh Kudus.
Berarti harus memelihara badan supaya selalu dalam kondisi siap
dipakai Tuhan sebagai wadah dengan cara :
– Merendahkan hati.
– Memelihara diri dari nafsu darah.
Tahun 2000 pusaka ini dengan pusaka Oumyang Majapahit keduanya
bersatu aktif dalam kenegaraan (bergerak minta diudarakan).

7.6 Perbedaan Antara Pusaka Oumyang Majapahit Dengan Pusaka Sabdo
Palon :

Pusaka Oumyang Majapahit :
1. Pamornya :
Pamor Pakar (orang yang ahli).
Diistilahkan : Sepiro musuhe kekes kabeh (Sebanyak / Sesakti
apapun musuh-nya habis semua).
2. Isinya :
Wanita (wadah suci).
3. Lambang Isinya :
Semuanya ada disitu (Yang Maha Kuasa : Kuasa atas segala
kekuasaan dan kuasa atas segala kekayaan).
4. Surat yang ditunjuk :
1. Surat Adz Dzaariyaat (Angin yang mencerai-beraikan).
2. Surat Al Ghaasyiyah (Hari selubung malapetaka).
3. Surat An Fushshilat (Yang dijelaskan).
5. Ujiannya :
Membawakan sifat cinta kasih (sifat pemurah, pengasih dan
penyayang).
6. Pengaruhnya :
– Dilayani / diladeni orang-orang.
– Jika orang sedang bertapa didatangi pusaka ini maka dia harus
menghentikan tapanya (harus selesai).
7. Pengolahannya :
– Mengolah manusia untuk ditingkatkan spiritualnya tingkat demi
tingkat dilewatkan Jembatan Shiraathal Mustaqiim sampai Alam
Lahut untuk mendapatkan Enersi Yang Maha Tinggi (Atom Yang
Maha Gaib –> Aku), sehingga punya daya Ngudari Benang Ruwet
(menyelesaikan masalah).
– Juga mengolah manusia untuk dapat mempunyai daya Kun Fa
Yakuun.
8. Dayanya :
Pemegang pusaka ini mempunyai daya :
1. Tidak ada yang tersembunyi.
2. Kata dari sana diucapkan maka akan seperti sajadah
terbentang (diberi selubung yang hanya orang itu yang bisa
melepaskannya) jika orangnya sudah keterlaluan.
9. Jika dihunus :
1. Kudu Ono Gawe / Kudu Entuk Gawe (Harus ada yang dikerjakan).
2. Siapa yang berani menghunus pusaka ini maka harus berani
untuk diajak ma’rifatullah dengan ilmu-ilmu gaib.
10. Warangkanya :
Pusaka ini warangkanya harus diberi selongsong emas (lambang
kemuliaan).

Pusaka Sabdo Palon (SP) :
1. Pamornya :
Pamor Ikar (orang 1 bisa terlihat ada 10).
2. Isinya :
Anak-anak kecil bersayap.
3. Lambang Isinya :
Dia datang tanpa diduga, dia pergi tanpa diketahui (Aku datang bagaikan pencuri dalam kelengahanmu).
4. Surat yang ditunjuk :
1. Surat Al Qiyamah (Kebangkitan).
2. Surat Al Furqan (Pembeda).
3. Surat Al Fajr (Terbit Fajar).
5. Ujiannya :
Mendatangkan cobaan dan ujian hidup yang berat (Aku akan datang sebagai manusia. Jika Tuhan hidup mendekat kepada anda, maka bukan kebahagiaan dan kemuliaan yang datang tetapi justru cobaan dan ujian yang berat).
6. Pengaruhnya :
Mendatangkan keadilan, untuk menyelesaikan suatu persoalan /menggarisbawahi sampai disini (Kristus menebus dosa manusia dengan darah-nya : harus mati nafsu dagingnya).
7. Pengolahannya :
Mengolah pada Cahaya Cinta Kasih.
Juga mengolah manusia untuk dapat mempunyai daya Menghayu Hayuning Bawono.
8. Dayanya :
Pemegang pusaka ini mempunyai daya :
1. Bagaikan Kendit Mimang (Akar Mimang) : Orang yang berniat jahat akan bingung sendiri (terkena daya Surat Al Furqon).
Akar Mimang adalah akar yang melingkar-lingkar, bisa untuk menangkal daya negatif.
2. Daya Salib Penyembuhan (Karunia Rohul Kudus Kuasa Menyembuhkan).
9. Jika dihunus :
Pusaka ini akan mendatangkan Angin Prahara (Adz Dzaariyaat).
10. Warangkanya :
Pusaka ini tidak mau diberi emas, cukup Kayu Tumongo / Timoho (Aku tidak butuh emas, kalau sampai pusaka ini minta diberi selongsong emas maka habislah orang-orang kaya yang mendapatkan kekayaannya dengan tidak sah).
Kalau pusaka ini dipaksa masuk ke selongsong emas maka pusaka ini akan keluar / naik dari warangkanya.
Umumnya Kayu Cendana, paling bagus di Kayu Gaharu tetapi berbahaya untuk orang lain, cukup pegangan dan pendoknya saja, dayanya bagus.

Umyang Pajang.
Ciri khas Umyang Pajang adalah : luknya ke kiri lebih dahulu (dari arah gonjo lekuknya berbelok ke arah kiri dulu, padahal umumnya keris-keris lain awal luknya berbelok ke kanan dulu), jika dilihat dari pemegang keris.
Jika dilihat dari arah kiri-kanan keris maka lekuknya ke kanan lebih dahulu. Dayanya : Orang tanpa ditanya akan ngomyang / bercerita /mengoceh sendiri tentang perbuatannya.

Umyang Jembe.
Umyang Jembe ada 2 :
1. Pamor Pohon Beringin.
2. Pamor Ketut (ada gambar 2 orang di kiri kanan).
Jembe : Habis ludes tidak berdaya.
Umyang Jembe artinya :
– Umyang : punya kelebihan yang sifatnya kuasa.
– Jembe : orang yang sudah lepas nafsu jim sehingga relnya ada /
sudah di ja-lan Allah, sudah hidup dalam ridha Allah.
– Umyang Jembe : diberi kekuasaan untuk bisa mengayomi /
memayungi / memberi petunjuk.
Kalau berani kepada pemegangnya akan mati penguripane (tidak ada yang mengayomi).
Jarang ada orang yang punya jiwa pengayom.
Pengayom harus berjiwa tenang sehingga berlaku bijak / wise dan bisa membimbing.
Pengayom itu adalah jiwa, tidak bergantung usia.
Daya Umyang Jembe menunjuk Surat Amsal : bagaikan orang kaya yang selalu merasa kekurangan (tidak pernah puas)
Syaratnya : pemegang Umyang Jembe harus bisa mengayomi sesama manusia dengan ikhlas (kudu wani ngayomi wong sapodo-podo lan kudu ikhlas). Lambang pengayom (gambar pada wilahan keris) :
– Tongkat : tuntunan.
Wenehono (paring/aweh) tungket (teken) marang wong wuto (ora ngerti dalan) (memberi tongkat kepada orang buta / tidak tahu jalan) artinya memberikan tuntunan / petunjuk atau menunjukkan jalan kepada orang yang dalam ketidak-tahuan.
– Payung : pertolongan.
Wenehono (paring/aweh) payung marang wong kudanan lan kepanasan (memberi payung kepada orang yang kehujanan atau kepanasan) artinya memberikan pertolongan kepada orang yang mendapat musibah / kemalangan.
– Padi dan Kapas : hak dan rejeki.
Wenehono (paring/aweh) sandang pangan marang wong sing gawe (memberikan sandang pangan kepada orang yang yang bekerja memberikan hak dan rejeki kepada orang yang sudah bekerja untuk kita).
– Beringin Kurung (Wringin Kurung) : perlindungan / pengayoman.
Memberikan keteduhan / tempat berlindung bagi orang yang sedang kepanasan artinya memberikan perlindungan kepada orang yang sedang mendapatkan kesusahan.

nb: Oumyang tidak sama dengan Umyang

Pusaka Singkir.
Pusaka Singkir ada 2 dan dayanya berbeda.
– Singkir Majapahit.
– Singkir Demak.

7.10 Daya Pusaka Dan Surat-Surat Al Qur’an.

Untuk mengolah manusia supaya dapat mempunyai daya Menghayu Hayuning Bawono maka surat yang harus dipahami :
1. Surat Al Quraish (Suku Terpilih).
2. Surat Al A’laa (Yang Maha Tinggi).
3. Surat An Fushilat (Yang dijelaskan)
Bacaan dari surat-surat tersebut : Manusia pilihan yang bisa menerima daya paling tinggi untuk mempunyai daya memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya.
Daya Menghayu Hayuning Bawono ini (merupakan Wahyu paling tinggi) :
– Mengolah semua zat-zat pemberian Allah yang ada di dalam tubuh manusia yaitu lewat otak tengah / otak kesadaran dengan proses pengolahan langsung menuju Alam Lahut.
– Mempunyai sifat mengayomi dan memimpin.
– Merubah dari yang ada di atmosfir sampai seluruh jagad raya dan merubah ma-nusia (mau tidak mau) untuk menjadi (mempunyai sifat) ayu.

Untuk mengolah manusia supaya dapat mempunyai daya Kun Fa Yakuun /mendayagunakan Atman maka surat yang harus dipahami :
1. Surat Adz Dzaariyaat (Angin yang mencerai-beraikan).
2. Surat Al Ghaasyiyah (Hari selubung malapetaka).
3. Surat An Fushilat (Yang dijelaskan).

Untuk mengolah manusia supaya dapat mempunyai daya Salib Penyembuhan maka surat yang harus dipahami :
1. Surat Al Qiyamah (Kebangkitan) —> Mematikan Nafsu.
2. Surat Al Furqan (Pembeda / Memisahkan yang bathil dan yang benar) —> Mem-buka Tabir.
3. Surat Al Fajr (Terbit Fajar) —> Menyorot dengan Nur.
Bacaan dari surat-surat tersebut : Kebangkitan Roh Allah pada manusia dengan mematikan nafsu-nafsu membuat manusia tersebut dipisahkan dari yang bersifat bathil sehingga mendatangkan terang (terbit fajar).

Ada pusaka yang dayanya menunjuk :
1. Surat Al Fathir (Yang Menjadikan).
2. Surat Al Fajr (Terbit Fajar).
3. Surat Al Humazah (Pengumpat).

Ada pusaka yang dayanya menunjuk :
1. Surat Al Fathir (Yang Menjadikan).
2. Surat Al Fajr (Terbit Fajar).
3. Surat Al Ghaasyiyah (Hari selubung malapetaka).

Ada pusaka yang dayanya menunjuk :
1. Surat An Nuur (Cahaya).
2. Surat Al Fathir (Yang Menjadikan).
3. Surat Al Naas (Manusia).

Ada pusaka yang dayanya menunjuk :
1. Surat Ar Rakhman (Pemurah).
2. Surat Adz Dzaariyaat (Angin yang mencerai-beraikan).
3. Surat Al Ashr (Waktu).
Artinya : Sifat pemurah turun dengan angin yang mencerai-beraikan karena sudah waktu.

Ada pusaka yang dayanya menunjuk :
1. Al Fat-h (Kemenangan).
2. Surat Al Ghaasyiyah (Hari selubung malapetaka).
Artinya : Kemenangan atas hal-hal yang terselubung.

7.11 Koleksi Pusaka.

Pusaka dengan Pamor Naga dan Kijang dayanya adalah untuk mengolah suara agar mempunyai getaran dan dapat masuk ke hati orang tersebut. Kijang pengolahan cakra tenggorokan.
Naga adalah Nur Ghaib.

Pusaka dengan Pamor Buntel Mayit dayanya adalah untuk manghalau/menundukkan orang yang berangasan atau mengamuk.
Bapak ada pusaka keris Buntel Mayit yang dayanya akan membuat ngantuk.

Pusaka Tombak Mangkang Jagad dengan ciri bolong di tengah memanjang, dayanya untuk menarik getaran yang sifatnya jelek/negatif kemudian dikumpulkan ditengah lubang lalu dinaikkan / divertikalkan.

Pamor : titik-titik.
Dapur : Karno Tanding.
Luk : Lurus.
Dayanya :
– Dapat menggerakkan atom-atom yang ada di alam.
– Dapat melepaskan konsentrasi orang.

Pamor : Kecubung Kasihan.
Daya : Agar tidak dibenci orang.
Luk : 5 (utusan).

Pamor : Talang Emas.
Daya : Rezeki.
Luk : Lurus.
Pusaka Talang Emas dayanya secara metafisis adalah kontak dengan atas yang sifatnya emas.

Pamor : Lanang Nek Ono Perkoro.
Dayanya :
– Menyelesaikan suatu perkara/masalah.
– Mengusir segala mahluk halus (setan).
– Apabila ada tanah yang angker, pusaka ditancapkan ke tanah 5 menit.

Pamor : Untu Walang.
Daya : (vertikal).
Berwibawa dan mendapatkan acc dari orang lain.
Angkanya : 9 (wali).
Luk : Lurus (tidak ada).

Tombak Wijaya Kusuma.
“Siapa yang kuat ketempatan, maka akan mendapatkan pengayoman dan pinayungan”, tombak ini khusus untuk pimpinan.

Pusaka dengan Pamor Nogo Kebalik dan Burung yang mengarah kebawah.
Dayanya untuk membalikkan dan melepaskan sesuatu yang asalnya dari nafsu.

Pusaka yang bisa menghilangkan Tenung Apes pamornya Gambar Sunyo, pamor ini termasuk pamor inti.
Gambar Sunyo lambang orang yang sepi / sunyo ing gegambare yaitu orang yang sudah mati nafsu darah dan nafsu dagingnya (sudah mendapat Kebangkitan Kristus).

Pusaka Beliau Sunan Rahmat, dayanya bila ilmu yang asalnya bukan dari kitab suci dan menambah bid’ah-bid’ah dari kitab suci maka orang tersebut akan terkena.

Keris Tribuwana Tungga Dewi luk 5.

Pusaka bergambar 2 Nogo dengan 15 Lubang, di bawah 2 nogo ada 1
Nogo Horizontal.
Lubang = Huriping Nur = Hidupnya Cakra 4.
Naga Horizontal = Dayanya masuk ke dalam tubuh manusia.
Surat yang ditunjuk : Al Israa’.

Pusaka bergambar 2 Harimau, di tengah ada Kijang dan Matahari.
Surat yang ditunjuk :
1. Al Fajr.
2. Al Faathir.
3. Al Ghaasiyaah.

Pusaka bergambar Padi, di bawahnya ada Burung Hong.
Dayanya : Siapa yang lurus di jalan Allah maka akan mendapatkan pinayungan dan rejeki.

Pusaka bergambar Nogo dengan buntut dua.
Dayanya Cakra 13 dan Cakra 4 bergabung keluar dengan daya spiral.

Pusaka Pamor Putri Kinurung (Putri yang dikurung).
Gambarnya bulat-bulat didalamnya ada titik.
Dayanya :
– Daya tarik (karena sebab putrinya).
– Mendapatkan roso yang tajam (karena dikurung).
Membuka cakra XIII (jantung) sehingga mempunyai cahaya yang menyinari seluruh tubuh menjadi bercahaya sehingga orang lain akan memperhatikan kita.
Cahaya yang berasal dari jantung (cakra XIII) meliputi seluruh badan dayanya bila bertemu orang akan menjadi damai.

Pusaka Riwader.
Dayanya bila ilmunya tidak dijalan Allah, maka akan terkena “duri”.
Ri : Duri , Wader : Ikan sawah.

Pusaka Ron Pakis (Putri Malu).
Dayanya pembersih dari daya yang negatif bila ada daya yang keterlaluan maka isi dari pusaka tersebut akan keluar berbentuk orang tua.

Pusaka Rojo Sulaiman.
Pamornya anti santet, wirid, menghadirkan roh menggerakkan tenaga dalam dengan lambang Scorpio.
Bisa jadi tetumbale loro.
Yang ketempatan akan sugih / kaya seperti nabi Sulaiman.

Pusaka Nogo …
Dayanya keluar dari pundak, bawah ketiak dan daerah Nakula Sadewa.

Pusaka 3 Burung Dewata.
Jika orang ketempatan pusaka yang ada 3 burung dewata maka orang itu memiliki daya cipta dadi/sabdo dadi dan semua permohonannya kesampaian (banyak orang yang mencari pusaka ini).

Pusaka laki-laki penggerak seluruh gaib di Indonesia.
Ujungnya pecah dua, kedua ujungnya menggambarkan cakra IV dan dhatullah, daya tersebut menggambarkan permohonan turunnya mu’jizat Allah (jarang orang yang kuat untuk menerima daya mu’juzat untuk yang kedua kalinya).
Syarat : Membawakan cinta kasih terhadap sesama dan tidak ada pamrih bagi si pemegang pusaka tersebut.
Pusaka Laki-laki bisa kontak dengan Ki Anta.
Pusaka Laki-laki di ujung yang pecah dua, jika di beri darah kambing dan berkonsentrasi pada orang atau foto orang tersebut maka bisa berakibat orang tersebut muntah darah.

Tombak Orang Tua.
Tombak Orang Tua bisa menggerakkan keramat-keramat dan dapat diarahkan ke orang atau rumah orang.

Pusaka Perempuan.
Pusaka Perempuan untuk menarik orang dan rezeki.

Tombak ukir luk 3.
Dayanya menggerakkan kundalini untuk mendapatkan Payung Allah.
Dayanya Marifat pada :
1. Kebenaran.
2. Kelurusan.
3. Keadilan.

Tombak Ornamen.
Ornamen tombak : Dua orang memakai sayap seperti Kresna diatas mahluk bersayap di atas ada orang dengan rambut luk 3 posisi Semar dengan kundalininya.
Mengolah khusus dengan kundalini untuk dapat menggerakkan Payung Allah.
Pusaka Tombak luk 3 dayanya :
1. Marifat pada kebenaran.
2. Marifat pada kelurusan.
3. Marifat pada keadilan.

Pusaka Nogo Balik.
Pusaka Nogo Balik dayanya bisa menggerakkan pusaka-pusaka lain untuk mengudara dan mengeluarkan daya yang paling tinggi.

Leluhur menjadikan alam sebagai pamor pada keris dengan mempelajari alam dan menemukan adanya keistimewaan dari alam (misalnya : semangka, kenongo).

Pamor Keris :
– Keris pamor Rambut Daradah gambarnya garis yang terputus-putus, dayanya jika ada orang berpikir negatif maka dia akan bingung sendiri.
Keris pamor Rambut Daradah bisa untuk menarik (memelet) orang yang disuka tetapi jangan dipakai untuk negatif karena orangnya bisa menjadi gila.
Rambut adanya di kepala, hubungannya dengan pikiran maka Rambut Daradah dayanya membuat orang kepikiran terus.
– Keris pamor Kulit Semangka dayanya prana bumi dan udara.
Keris pamor Kulit Semangka dayanya jika dalam keadaan bahaya maka orangnya tidak akan kelihatan oleh orang yang berniat jahat (dicari tidak ketemu).
Jika keris ini dihunus dan diarahkan ke atas maka dalam mimpinya orang akan diberi petunjuk apa yang yang ditanyakan / ingin diketahui.
Kulit Semangka dijadikan pamor oleh leluhur kita karena tumbuhan semangka ada keistimewaannya yaitu :
* Jika semua ujung daun tumbuhan semangka yang merambat dibalikkan maka orang yang ingin mencuri buah semangka akan kebingungan (dicari buahnya tidak ketemu) sehingga tidak bisa mencuri.
* Jika ujung daun tumbuhan semangka yang merambat diarahkan ke atas maka akan menjadi bunga / buah.
Dari keistimewaan inilah daya keris pamor Kulit Semangka dilambangkan.
– Pamor Putri Duyung dayanya untuk menarik perhatian orang dan bila ada yang ingin berbuat jahat maka akan bingung.
– Pamor Junjung Derajat dayanya mengangkat manusia kehadapan Tuhan.
Gambar Pamor Junjung Derajat
– Pamor Pucuk Gunung (^) dayanya mengangkat cita-cita.
– Pamor Biji Ketimun maksudnya mengolah manusia di dalam menaikkan cita-cita.
– Pamor Bonang Rinenteng untuk mencapai agar supaya acc biasanya untuk para pejabat.
Bonang = seperti kunang-kunang yang bersinar.
– Pamor Untu Walang Pucuk Gunung dayanya bila wejang dan mengangkat cita-cita.
– Pamor Wos Wutah (Beras Tumpah) dayanya untuk menarik perhatian orang dan bisa dipakai untuk menarik orang yang tidak mau datang kepada kita.
– Pamor Pudak Setegal dayanya untuk petanian.
– Pamor Udan Mas.
Udan = Hujan : Titik-titik = lambang atom-atom hidup yang ada di atmosfir. Mas = Emas : Sifat emas = kelurusan.
Udan Mas : Dayanya diharapkan agar terjaga kelurusannya sehingga rezeki dapat terbuka.
Pamor Udan Mas ada bulatan-bulatan berupa titik (lambang : atom).
– Pamor Melati : menambah kewibawaan di dalam berucap.
– Pamor Melati Rinonce / Tumpuk : lambang hiasan rambut wanita, dayanya daya tarik.
– Pamor Melati Sumebar / Sinebar : lambang peristiwa sakral seperti perkimpoian.
– Pamor Batu Lapak dipakai untuk bisnis.
– Keris pamor Ron Kenduru dayanya untuk anti magic atau pengobatan.
– Pamor Ron Pakis (Putri Malu): dayanya pembersih dari daya yang negatif bila ada daya yang keterlaluan maka isi dari pusaka tersebut akan keluar berbentuk orang tua.
– Pamor Riwader : dayanya bila ilmunya tidak dijalan Allah, maka akan terkena “duri”.
Ri : Duri , Wader : Ikan sawah.
– Pamor Buntel Mayit dayanya adalah untuk manghalau / menundukkan orang yang berangasan atau mengamuk.
– Pamor Kendil Gumantung (Kendil digantung) dayanya bisa untuk menyembuhkan orang yang dibalik pikirannya (misalnya : dengan dibacakan Qulhu Sungsang).
Caranya dengan diberi kembang, didiamkan semalaman kemudian kembangnya diambil dan diberi air, airnya dipakai untuk membasuh muka dan kepala.
– Pamor Blarak Sineret
– Pamor Blarak Sinangun
Blarak Sinangun adalah blarak yang dipuntir-puntir.
– Pamor Gambar Sunyo dayanya untuk menghilangkan Tenung Apes.
– Pamor Ikar dayanya orang 1 bisa terlihat ada 10.
– Pamor Pakar (orang yang ahli) dayanya Sepiro musuhe kekes kabeh
(Sebanyak dan sesakti apapun musuhnya kalah / habis semua).
– Pamor Kendit Mimang (Akar Mimang) dayanya orang yang berniat
jahat akan bi-ngung sendiri (terkena daya Surat Al Furqon).
Akar Mimang adalah akar yang melingkar-lingkar, bisa untuk menangkal daya negatif.

Ornamen Keris :
– Ornamen Nogo kimpoi artinya kimpoi dalam ilmu / acc.
– Ornamen Nogo Temanten dayanya menciptakan suasana persis dengan suasana per-kimpoian.
– Ornamen Nogo Sungsang dayanya untuk melepaskan / membalikkan konsentrasi dan untuk menolak bala.
– Ornamen Nogo Wiseso gambarnya Naga dibawah ada orang semedi dayanya untuk permohonan.
– Ornamen Nogo Wengkon dayanya apa yang diucapkan tidak bisa ditembus oleh orang lain.
– Ornamen Pandawa Limo dayanya untuk nafsu daging yang terlepas.
– Ornamen Putri Duyung sifatnya menenangkan dan mengolah Atman.
– Gambar Sigar Penjalin (Rotan Terbelah : (| sebelah melengkung,
sebelah lagi datar) dayanya bisa untuk menggarisbawahi
(menyudahi) suatu masalah yang turun-temurun dalam keluarga.
Pusaka Sigar Penjalin bisa untuk membubarkan demonstrasi (orang akan lemas).
Keris Sigar Penjalin yang kecil disimpan di kantong, dibawa kemana-mana maka orangnya akan aman (tidak ada yang mengganggu).
Sigar Penjalin ini merupakan satu-satunya tanaman yang gampang dibangun (karena mudah ditekuk).
Untuk pusaka ini sebaiknya dicari Pandan Alas yaitu pandan yang tumbuh di dalam Hutan. Umumnya pandan tidak tumbuh di hutan, jika ada pandan tumbuh di hutan berarti ada yang menanam, ada orang yang pernah tinggal di hutan itu.
– Gambar seperti orang yang memegang ular dayanya Olo Biso Becik Biso (jahat bisa baik bisa) tetapi ada sambatan, masih kalah dengan pusaka Tosan Melik yang tanpa sambatan.

Trisulo Wendo.
Pusaka Trisulo Wendo :
1. Sisi kiri : Utang Bondo Nyaur Bondo.
2. Sisi kanan : Utang Nyowo Nyaur Nyowo.
3. Sisi tengah : Kang Ngadep Aken Wong Kang Mbegig Engkang Moho Kuoso.
Wendo = Wenang ing Dhat (Kuasa dalam Atom Allah). = Ilmu.
Jika seseorang kedatangan keris Trisulo Wendo artinya orang tersebut telah mempunyai daya yang ada di dalam pusaka Trisulo Wendo.
Jika seseorang kedatangan tombak Trisulo Wendo artinya orang itu telah menguasai udara.

Pamor pusaka bergambar buaya dengan ekor melengkung yang diatas ekornya ada gambar padi, maka dayanya untuk menarik rezeki.
Bila gambar buaya dengan ekor lurus dayanya untuk melepas konsentrasi dan mengolah kundalini.

Pusaka Gaibul Guyub.
Pusaka Gaibul Guyub adalah pusaka pengayom yang sifatnya luas dan menggerakkan gaib-gaib untuk bersatu. Pusaka ini adalah pusaka pegangannya Ratu, dimana orang yang ketempatan pusaka ini harus “Kanti Wahyu”, bila dalam kondisi perang pusaka ini dapat memberi keteguhan.
Gaibul Guyub = Gaib Kabul Guyub.
Guyub = Bersatu.
Pusaka ini adalah pegangan Prabu Surya Kencana.
Surya = Matahari, Kencana = Cahaya Keemasan.
Dapurnya lurus tanpa luk.

Pusaka Nogo Kerawang. Ada gambar naga yang dipinggir besinya ada lubang-lubang. Cahayanya merah delima yang merupakan kekuatan dan menghilangkan penyakit.
Kerawang = berlubang.

Pusaka Nogo dengan 3 lubang di kiri dan kanan dayanya mengolah pada 6 bidang ma’rifat.

Pusaka keris luk 35 bisa mengolah manusia supaya tidak kelihatan oleh musuh.

Pusaka luk 9 dayanya Marifat pada :
1. Sains and wisdoms.
2. Kebenaran.
3. Jujur dan setia pada perkimpoian.

Pusaka Jatayu Kipas berarti :
Jatayu = Jagad Toto Tur Ayu = Dunia itu teratur dan indah.
Kipas = meluas (skope jagad).
Dayanya : orang yang merusak jagad akan terkena akibatnya.

Pusaka Sekar Sedayu : menegakkan keadilan, kebenaran dan kelurusan.

Kyai Kanjeng Sedayu berarti Sejatine Podo (Marcopodo) Ayu = Dunia Sejati itu Indah.

Pusaka 4 sisi untuk meluhurkan 4 nafsu.

Pusaka 4 sisi luk 13 dayanya pada 4 sisi menaikkan nafsu-nafsu :
– Nafsu syahwat.
– Nafsu kepentingan pribadi.
– Nafsu keinginan memiliki segala-galanya.
– Nafsu kesenangan hura-hura.

Kanjeng Kyai Sumelang Gandring mengolah manusia kepada Karunia Rohul Kudus Kuasa (Kuasa Mukjizat = Kode 001) dan menghubungkan dengan leluhur.

Pusaka pamor 3 blok dengan benang tunggal dapur lurus dayanya hanya satu yaitu Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu (menggerakkan Atman menyentuh Brahman turun mewujud (Kuasa Mukjizat).

Pusaka pamor pohon pisang dengan buahnya setandan, di atasnya ada bulatan-bulatan.
Ada pusaka pamor pohon pisang dengan buahnya setandan, di atasnya ada bulatan-bulatan artinya :
– Pohon pisang ada tandannya sifatnya banyak, lambang satu keturunan.
– Bulatan-bulatan artinya sudah berwujud, sifat molekul, dayanya Kun Faya Kun. Berarti daya pusaka adalah mengolah orang bisa menyabda satu keturunan.
Lambang pohon yang dipakai adalah pisang bukan korma karena pohon korma tandannya banyak tidak seperti pohon pisang, hanya satu.
Pohon adalah lambang orang tua, tandan buah adalah lambang keturunan.
Tidak gampang menjadi pohon (orang tua) karena keturunan (setandan) akan mendapatkan akibat perbuatan orang tua.
Pamor titik-titik berarti atom-atom, pamor bulatan-bulatan (besar) berarti molekul.
Jika atom-atom sudah mempunyai sifat maka ia sudah menjadi molekul.
Dalam Surat Adz Dzaariyaat ada 2 malaikat (lambang : proton dan neutron) dan angin yang mencerai-beraikan (lambang : elektron) maka terjadi molekul (ada sifat) sehingga mewujud berupa mukjizat (daya : Kun Fa Yakuun).

Melati : Keindahan yang Tuhan berikan melalui lidah (ucapan).
Bila itu ada pada keris yaitu menambah kewibawaan di dalam berucap.
Pamor Melati Rinonce / Tumpuk : lambang hiasan rambut wanita, dayanya daya tarik.
Pamor Melati Sumebar / Sinebar : lambang peristiwa sakral seperti perkimpoian.
Keris yang pamornya di pangkalnya ada seperti Batu Lapak dan di atasnya ada Melati Rinonce dipakai untuk bisnis supaya mendapat relasi
yang banyak.

Keris pamor Banyu Mili dapur Pitrang dipakai untuk melindungi relasi-relasi agar tidak direbut orang lain.

Pusaka Nogo Tumpuk dayanya :
– 2 Nogo : Yang satu membawakan keindahan Tuhan, yang satu lagi membawakan kemuliaan dunia.
– Tumpuk : 2 sifat Nur yang saling mengisi satu sama lain.

Pusaka Luk 9 untuk kontak dengan Beliau Wali ke X.

Pusaka Luk 17 dengan gambar 2 harimau menjaga di kiri dan kanan untuk kontak dengan Beliau-Beliau Leluhur yang sudah di sisi Allah dan Beliau Sabdo Palon Noyo Genggong. Doanya adalah sebagai berikut :
Asal tanah bali menyang tanah. (Asal tanah kembali ke tanah)
Asal angin bali menyang angin. (Asal angin kembali ke angin)
Asal geni bali menyang geni. (Asal api kembali ke api)
Asal banyu bali menyang banyu. (Asal air kembali ke air)
Niat ingsun ketemu leluhur. (Niat saya bertemu leluhur)

Pusaka luk 11 Batara Wisnu.
Secara ilmiah Batara Wisnu mengolah manusia untuk mencapai tingkatan dapat menggunakan zat mutlak Allah

Pusaka Luk 15 untuk mengolah manusia supaya dapat menerima Erlangga (Raja titisan Wisnu).
Jika kuat menerima / ketempatan pusaka Erlangga Wisnu maka akan mendatangkan kesejahteraan, keselamatan.

Pusaka Sempono Aji (putih) buatannya tidak menunjuk suatu daerah namun langsung dari atas (Tiban) dibawa oleh Malaikat dan jatuhnya di daerah Alas Ketonggo.
Dayanya : Sang Hyang Nurcahyo – Podo Wenang – Ismoyo (Alam maya).

Pusaka Panglima bergambar Kuda Terbang / Bersayap berwajah manusia.

Pusaka bergambar 3 leluhur dayanya adalah yang menguasai manusia sampai 3 leluhur di atasnya (sampai mbah buyutnya).

Pusaka Nogo Tarung (2 naga berhadapan) untuk mengatasi orang-orang yang berilmu / untuk membalikkan santet.

Pusaka Kertoyudo dayanya : diolah untuk menjadi hidup mandiri.
Kerta = Sejahtera, Yudo = Perjuangan, Kertoyudo = Jer Basuki Mawa Bea.

Pusaka luk 35 dayanya bisa mengolah supaya manusia tidak kelihatan oleh musuh.

Pusaka Joko Sesuruh dengan luk 12 ada bekas pejetan jari (artinya :
Aku Ono) adalah keris tiban dari Selatan yang diterima Beliau sewaktu bertapa di Majapahit.

Ada pusaka dengan ornamen Pandawa Lima lengkap dengan Ponokawannya.

Pusaka dengan ornamen deretan tonjolan (seperti kulit buah petai) berselang-selinng pada kedua sisi dayanya adalah untuk peperangan (Gelar Sepapan).

Tombak Damar Murub luk 3 untuk membuka / menghidupkan Cakra 13 (Jantung).
Damar = pelita, Murub = menyala / hidup, Damar Murub = Hidupnya Pelita.
Pelita Tuhan = Cakra 13.

Pusaka dengan ornamen rumpun bambu dimana Ros ketemu Ros dayanya untuk Taliroso ketemu Taliroso.

Pusaka luk 9 buatan Sunan Rahmat di jaman Raden Patah dayanya menurut buku keris adalah : Ngaling-ngalingi wong satus negoro (Menghalangi orang dari seratus negara), akan memberikan sakinah / kesejahteraan (lambangnya : bunga teratai), rakyat, pimpinan.
Luk 9 berarti ilmu Wali Songo (ilmu 999 = ilmu Tuhan).

Pusaka Islam gandengannya adalah pusaka La Haula Walla Quwatta Illa Billah.

Golok / Pedang berasal dari Mentaok (daerah Magelang di Jawa Tengah) ada 3 buah bersifat
mengolah prana.

Pusaka Yudo Gati : Yudo = perang, Gati = kasih sayang, Yudo Gati = perang kasih sayang.

Ada pusaka yang mengolah manusia untuk dapat membuat 9 bayangan dari tubuhnya dengan cara melepas zat-zat pemberian Allah di dalam tubuhnya.
Pamor pusaka ini tidak ada namanya di buku keris.
Pamor 9 bayangan ini beda dengan pamor Ikar.
Pamor Ikar mengolah manusia supaya dalam keadaan bahaya maka 1 orang bisa terlihat 10 (karena dibantu oleh Roh Penjaga Alam) syaratnya Wonge Kudu Resik (Kudu sabar, kudu wani ngalah) sehingga tampak oleh Roh Penjaga Alam sebagai manusia yang mempunyai cahaya putih dan karena itu wajib dibantu jika dalam keadaan bahaya.

Pamor Ikar termasuk pamor inti.
Pusaka pamor 9 bayangan ini dapat mengolah manusia untuk melepas 9 bayangan :
1. Bayu lepas dari badan orang yang jiwanya masih belum puas terhadap ilmu –> Mayonggo Seto.
2. Bayu lepas dari badan orang yang jiwanya masih belum puas terhadap dunia –> Mayonggo Kresno.
3. Etheric Double lepas –> bisa wujud lengkap dengan pakaian tetapi tidak bisa (diajak) berbicara.
4. Badan Astral dengan Kulit Ari –> Bisa wujud, tetapi tidak bisa (diajak) berbicara.
5. Suksma dengan Badan Astral dengan Kulit Ari –> Bisa wujud dan bisa (diajak) berbicara.
6. Suksma dibungkus dengan Badan Suksma –> sama dengan Malaikat Pemberi Spirit.
7. Roh + Kundalini –> Israa’.
8. Roh + Kundalini + Dhat –> Mi’raj.
9. Roh + Kundalini + Kriyasakti + Dhat + Nur –> Atman .
syaratnya : Rogone Wis Pono (badannya sudah lepas / bebas).

Pusaka Setan Kober artinya Setan Tan Kober : setan tidak bisa /sempat mengganggu.

Pusaka Banjaran Sari berasal dari daerah Cianjur.

Ada pusaka dengan ornamen 3 pancuran (seperti 3 sumbu singkong).

Ada pusaka dengan daya : siapa yang benar akan berkumpul dan siapa yang salah akan berpisah.

Ada pusaka dengan ornamen Nogo Jatayu (Nur Gaib Jagad Toto tur Ayu).

Pusaka Brojomusti adalah keris dengan luk … dimana keris itu mengolah orang untuk punya daya seperti daya ajian Brojomusti dengan laku seperti Werkudoro dan Gatotkoco.
Brojomusti adalah ajian yang jika dimiliki oleh seseorang dan orang itu memukul maka akan berakibat kepala pecah dan mati. Dalam pewayangan ajian ini dipegang oleh Werkudoro dan Gatotkoco.

Pusaka yang rupanya halus, hitam, pamornya sederhana tetapi warangkanya dari kayu Tumongo Asli merupakan pusaka Sepuh.
Pusaka ini dari jaman Majapahit buatan salah satu dari Wali Songo Majapahit dan dibuat di Alas Purwo.
Pusaka Sepuh ini hubungan gaibnya dengan Dieng dan Muria, mengolah hidupnya Honocoroko Dhotosowolo Podojoyonyo Mogobothongo pada badan manusia (mengolah Dhat Allah) –> Hamung Semar Kang Biso Ngangkat (hanya Pelita Tuhan yang bisa mengangkat manusia dari kegelapan).
Dayanya adalah daya Karunia Rohul Kudus Kuasa yaitu Kuasa Iman, Kuasa Menyembuh-kan : Orang dan Keadaan yang sakit, Kuasa Mukjizat.
Dalam pengecekan dayanya pusaka ini selalu menunjuk Kode Salib lambang dari Matinya Nafsu Daging dan Matinya Nafsu Darah supaya Cahaya Illahi dalam manusia bangkit (Alfa dan Omega).
Pusaka ini baik untuk menemukan sesuatu (misalnya : mendapatkan ilham).
Keris ini tidak bisa dipakai untuk bisnis karena gerak Dhat sering berlawanan dengan akal / ratio.
Keris ini walaupun rupanya sederhana tetapi dayanya sangat ampuh, sesuai dengan pepatah Belanda : Di dalam kesederhanaan terdapat yang sejati (Yang sejati itu justru adanya di dlaam kesederhanaan).

Pusaka-pusaka khusus :
– Tombak Naga Bersayap.
– Keris Manglar Mongo Luk 13.
– Keris Al A’laa Luk 9.
– Tombak Orang dengan rambut ke atas Luk 9.
– Keris Laki-laki : dapat dipakai untuk mengkonsentrasi orang.
– Keris Perempuan : menarik orang dan rezeki.
– Tombak Luk 11.
– Keris Payung.
– Keris Luk 15.
– Tombak Padi : untuk kesejahteran.
– Pusaka 2 ******* memakai tongkat dan payung.
– Tombak Kundalini : pengolahan marifatullah.
– Keris Wisnu Naik Garuda dan Ganesha.
– Keris Luk 7.
– Keris Luk 5 aneh.
– Keris Luk 9.
– Keris Luk 35 : Kontak dengan Jambe Pitu, Serandil.
Dayanya : Rohul Kudus Kuasa.
3 = Daya Allah, Muhammad, Rasulullah.
5 = Manusia Utusan, manusia yang diberi kuasa oleh Allah.
– Keris Luk 5 : enegi Allah.
– Keris Luk 13 : untuk menaikkan daya-daya dari daerah Serandil.

Pusaka-pusaka yang sifatnya kenegaraan :
– Pusaka Pamor Para Leluhur.
– Pusaka Pamor Jatayu.
– Pusaka Luk 25.
– Pusaka Riwader.
– Pusaka 3 Burung Dewata.
– Pusaka Luk 17.
– Tombak Karno Tanding.
– Tombak Kerakyatan Luk 3.

WIRID PURBA JATI : MENGENALI JATI DIRI; Hakekat Neng, Ning, Nung, Nang

4 Maret 2011

Siapa sejatinya diri kita sebagai manusia ? Pertanyaan ini sederhana, dapat dikemukakan jawaban paling sederhana, maupun jawaban yang lebih rumit dan rinci. Jawaban masing-masing orang tidak bisa diukur secara benar-salah. Cara menjawab siapa diri manusia hanya akan mencerminkan tingkat pemahaman seseorang terhadap kesejatian Tuhan. Hal ini sangat dipermaklumkan karena berkenaan dengan eksistensi Tuhan sendiri yang begitu penuh dengan misteri besar. Upaya manusia mengenali Sang Pencipta, ibarat jarum yang menyusup ke dalam samudra dunia. Yang hanya mengerti atas apa yang bersentuhan dengannya. Itupun belum tentu benar dan tepat dalam mendefinisikan. Tuan memang lebih dari Maha Besar. Sedangkan manusia hanya selembut molekul garam. Begitulah jika diperbandingkan antara Tuhan dengan makhlukNya. Namun begitu kiranya lebih baik mengerti dan memahamiNya sekalipun hanya sedikit dan kurang berarti, ketimbang tidak samasekali.

Secara garis besar dalam diri manusia memiliki dua unsur entitas yang sangat berbeda. Dalam pandangan ekstrim dikatakan dua unsur pembentuk manusia saling bertentangan satu sama lainnya. Tetapi kedua unsur tidak dapat dipisahkan, karena keduanya sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Terpisahnya di antara kedua unsur pembentuk manusia akan merubah eksistensi ke-manusia-an itu sendiri. Yakni di satu sisi terjadi kerusakan/pembusukan dan di sisi lain keabadian. Umpama batu-baterai yang memiliki dua dimensi berbeda yakni fisiknya dan energinya. Kedua dimensi itu menyatu menjadi eksistensi batu-baterai berikut fungsinya. Dua unsur dalam manusia yakni; immaterial dan material, metafisik dan fisik, roh dan jasad, rohani dan jasmani, unsur Tuhan dan unsur bumi (unsur gaib dan unsur wadag). Marilah kita urai satu persatu kedua unsur pembentuk eksistensi manusia tersebut.
Unsur Bumi
Jasad manusia wujudnya disusun berdasarkan unsur-unsur material bumi (air, tanah, udara, api). Unsur air dan tanah dalam tubuh terurai secara alami melalui proses ilmiah (rumus ilmu pengetahuan manusia) dan rumus alamiah (yang sudah berproses melalui rumus-rumus buatan Tuhan). Unsur tanah dan air yang sudah berproses akan berubah bentuk dan wujudnya sebagai bahan baku utama jasad yang terdiri dari empat unsur yakni ; daging, tulang, sungsum dan darah. Sedangkan unsur udara akan berproses menjadi kegiatan bernafas, lalu berubah menjadi molekul oksigen dalam darah dan sel-sel tubuh. Unsur api akan menjadi alat pembakaran dalam proses produksi jasad, tenaga, energi magnetis, dan semua energi yang terlibat dalam memproses atau mengolah unsur tanah dan air menjadi bahan baku jasad.
Jasad wadag menurut istilah barat sebagai body atau corpus, merupakan wadah atau bungkus unsur Tuhan dalam diri manusia. Unsur wadah tidak bersifat langgeng (baqa’), sebab unsur wadah terdiri dari bahan baku bumi, maka ia terkena rumus mengalami kerusakan sebagaimana rumus bumi.
Unsur Tuhan
Sebaliknya, unsur Tuhan bersifat kekal abadi tidak terjadi rumus kerusakan. Unsur Tuhan (Zat Tuhan) dalam tubuh manusia diwakili oleh metafisik manusia yakni unsur roh (spirit atau spiritus). Roh merupakan derivasi unsur Tuhan yang paling paling akhir dan paling erat dengan bahan baku metafisik manusia (Baca Posting; Mengungkap Misteri Tuhan). Dan spirit diartikan sebagai roh, ruh atau sukma. Roh bersifat suci (roh kudus/ruhul kuddus), tidak tercemar oleh “polusi” dan kelemahan-kelemahan duniawi. Karakter roh adalah berkiblat atau berorientasi kepada martabat kesucian Tuhan. Arti kata roh sangat berbeda dengan entitas jiwa (soul), hawa atau nafas (nafs), animus atau anemos (Yunani), dalam bahasa Jawa apa yang lazim disebut nyawa. Sekalipun berbeda istilah, tetapi memiliki makna yang nyaris sama.
Pertemuan Unsur Bumi dan Unsur Tuhan
Dalam tubuh manusia terdiri atas dua unsur besar yakni unsur bumi dan unsur Tuhan. Di antara kedua unsur tersebut terdapat “bahan penyambung”, dalam literatur barat disebut soul atau jiwa (yang ini terasa kurang pas), Islam; nafs, Yunani; anemos, dan dalam bahasa Indonesia; hawa, Jawa; nyawa (badan alus). Hawa, jiwa, anemos, soul, atau nyawa merupakan satu entitas yang kira-kira tidak berbeda maknanya, berfungsi sebagai media persentuhan atau “lem perekat” antara roh (spirit) dengan jasad (body/corpus). Hawa, nafs, anemos, soul, jiwa, nyawa bermakna sesuatu yang hidup (bernafas) yang ditiupkan ke dalam corpus (wadah atau bungkus).
Dalam khasanah hermeneutika dan bahasa yang ada di nusantara tampak simpang siur dan tumpang tindih dalam memaknai jiwa, sukma, roh, dan nyawa. Ini sekaligus membuktikan bahwa memahami unsur Tuhan dalam diri manusia memang tidak sederhana dan semudah yang disebutkan. Karena obyeknya bersifat gaib, bukan obyek material. Cara pandang dan penafsiran dari sisi yang berbeda-beda, menimbulkan konsekuensi beragamnya makna yang kadang justru saling kontradiktif. Dengan alasan tersebut akan saya paparkan lebih jelas pemetaan tentang jiwa atau hawa dari sudut pandang budi-daya yang diperoleh melalui berbagai pengalaman obyek metafisika, dan intuisi, agar lebih netral dan mudah dipahami oleh siapa saja tanpa membedakan latar belakang agama. Dengan asumsi tersebut diperlukan perspektif yang sederhana namun mudah dipahami. Kami akan memaparkan melalui perspektif Javanism atau kejawen, dengan cara penulisan yang sederhana dan “membumi”.
Hubungan Unsur Tuhan dengan Unsur Bumi dalam Laku Prihatin
Setiap bayi lahir memiliki tingkat kesucian yang dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih. Kesucian berada dalam wahana nafs atau hawa yang masih bersih belum tercemar oleh “polusi” keduniawian. Hawa/nyawa/nafs diuji bolak-balik di antara dua kutub; yakni kutub jasmaniah yang berpusat di jasad (corpus) dan kutub ruhaniyah yang berpusat pada roh (spirit). Unsur roh bersifat suci dan tidak tersentuh oleh kelemahan-kelemahan material duniawi (dosa). Roh suci sebagai “utusan” Tuhan dalam diri manusia yang dapat membawa ketetapan/pedoman hidup. Sehingga roh dapat berperan sebagai obor yang memancarkan cahaya (spektrum) kebenaran dari Tuhan. Dalam perspektif Jawa roh suci (utusan Tuhan) tidak lain adalah apa yang disebut sebagai Guru Sejati. Guru Sejati tampil sebagai juru nasehat untuk hawa, jiwa atau nafs.
Hawa Nafsu ; Ibarat Satu Keping Mata Uang
Hawa (nafs) atau jiwa yang tunduk kepada roh suci (guru sejati) akan menghasilkan hawa (nafs) yang disebut nafsu positif –meminjam istilah Arab— sebagai an-nafs al-muthmainah.. Sebaliknya jiwa atau hawa yang tunduk pada keinginan jasad disebut sebagai nafsu negatif. Nafsu negatif terdiri tiga macam; nafsu lauwamah (kepuasan biologis; makan, minum, tidur dst), nafsu amarah (amarah/angkara murka), dan nafsu sufiyah (mengejar kenikmatan psikis; contohnya seks, sombong, narsism, gemar dipuji-puji). Hawa memiliki dua kutub nafsu yang bertentangan ibarat satu keping mata uang yang memiliki dua sisi. Akan tetapi kedua sisi tidak dapat dipisahkan atau dilihat secara berbarengan. Apabila kita ingin menampilkan gambar angka, maka letakkan nilai nominal di sisi atas, sebaliknya jika kita berkehendak melihat gambar burung kita letakkan gambar angka di bawah. Apabila seseorang mengaku bisa melihat kedua sisi satu keping mata uang dalam waktu yang sama, maka seseorang dikatakan berjiwa munafik alias kehidupan yang palsu hanya berdasarkan pengaku-akuan bohong.
Manusia Bebas Mencoblos Memilih
Pada setiap bayi lahir, Tuhan telah menciptakan hawa dalam keadaan putih/suci. Manusia memiliki kebebasan menentukan apakah hawa nafsunya akan berkiblat kepada kesucian yang bersumber pada roh suci (ruhul kuddus), atau sebaliknya ingin berkiblat kepada kemungkaran jasad/raga (unsur duniawi). Apabila seseorang berkiblat pada kemungkaran akan menjadi seteru Tuhan dan memiliki konsekuensi (dosa/karma/hukuman) yang akan dirasakan kelak setelah menemui ajal (akhirat), bisa juga dirasakan sewaktu masih hidup di dunia. Maka peranan semua agama yang ada di muka bumi adalah pendidikan yang ditujukan kepada hawa/nafs/jiwa manusia agar selalu berkiblat kepada rumus Tuhan atau qodratullah. Sumber dari ilmu dan “rumus Tuhan” (qodratullah) bisa kita temukan dalam “perpustakaan” atau gudang ilmu yang terdekat dengan diri kita, yakni roh suci (Ruhul-Kuddus/Guru-Sejati/Sukma-Sejati/Rahsa-Sejati).
Kadang kala Tuhan Maha Pemurah menganugerahkan seseorang untuk mendapat “bocoran soal” akan rahasia “ilmu Tuhan” melalui pintu hati (qalb) yang di sinari oleh cahyo sejati (nurullah). Yang lazim disebut sebagai ungkapan dari (hati) nurani. Petunjuk dari Tuhan ini diartikan sebagai wirayat, wahyu, risalah, sasmita gaib, ilham, wisik dan sebagainya. Dalam posting ini kami tidak membahas model dan macam petunjuk Tuhan tersebut.
Laku Prihatin adalah Jihad Sejati
“Penundukan” roh terhadap hawa nafsu negatif adalah penundukkan terhadap segala yang berhubungan dengan material (syahwat) atau kenikmatan ragawi. Dengan kata lain yakni penundukan unsur “Tuhan” terhadap unsur bumi. Dalam ilmu Jawa dikatakan sebagai jiwa yang tunduk pada kareping rahsa / rasa sejati (kehendak Guru Sejati/kehendak Tuhan), serta meredam rahsaning karep (kemauan hawa nafsu negatif). Segenap upaya yang mendukung proses “penundukan” unsur Tuhan terhadap unsur bumi dalam khasanah Jawa disebut sebagai laku prihatin. Dengan laku prihatin, seseorang berharap jiwanya tidak dikendalikan oleh keinginan jasad. Maka di dalam khasanah spiritual Kejawen, laku prihatin merupakan syarat utama yang harus dilakukan seseorang menggapai tingkatan spiritualitas sejati. Seperti ditegaskan dalam serat Wedhatama (Jawa; Wredhotomo) karya KGPAA Mangkunegoro IV; bahwa ngelmu iku kalakone kanthi laku. Laku prihatin dalam istilah Arab sebagai aqabah, yakni jalan terjal mendaki dan sulit, karena seseorang yang menjalani laku prihatin harus membebaskan diri dari perbudakan syahwat dan hawa nafsu yang negatif. Di mana ia sebagai sumber kenikmatan keduniawian. Maka apa yang disebut sebagai Jihad yang sesungguhnya adalah perang tanding di medan perang dalam kalbu antara tentara Muslim nafsu positif melawan tentara Amerika nafsu negatif. Disebut kemenangan dalam berjihad apabila seseorang telah berhasil “meledakkan bom” di pusat kekuasaan setan (hawa nafsu negatif) dalam hati kita. “Bahan peledaknya” bernama C4 dan TNT laku prihatin dan olah batin (wara’ dan amr ma’ruf nahi munkar).
Target Utama dalam “Berjihad” (Laku Prihatin)
Perjalanan spiritual dalam bentuk laku prihatin, mempunyai target membentuk hawa nafsu positif atau nafsul muthmainnah. Karena si nafs atau hawa tersebut telah stabil dalam koridor rumus Tuhan (qodrat atau qudrah diri) atau dalam bahasa sansekerta lazimnya disebut sebagai swadharma. Roh yang berada pada tataran pencapaian ini, dalam bahasa Ibrani, ruh disebut sebagai syekinah yang diturunkan ke dalam kalbu dan berhasil merebut (amr) kebaikan (ma’ruf). Jika hawa tidak berdaya karena kuatnya arus nafsu negatif yang dimasukkan jasad lewat pintu panca indera, maka kepribadian manusia dikuasai oleh “milisi” kekuatan batin yang oleh Freud diberi nama ego. Ego cenderung berkiblat pada jasad (duniawi). Maka sudah menjadi tugas hawa (id) untuk membangkang dari keinginan ego agar supaya membelot kepada kekuatan hawa positif (super ego). Hasilnya maka manusia dapat dikendalikan sesuai dengan kodrat dirinya sebagai khalifah Tuhan. Jadilah manusia yang tetap berada pada orbitNya (qodrat/rumus Tuhan), yakni apa yang dimaksud menjadi titah jalma menungsa kang sejati, yaiku nggayuh kasampurnaning gesang, (untuk meraih) sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu.
Sangat terasa bahwa Tuhan sungguh lebih dari Maha Adil, setiap manusia tanpa kecuali dapat menemukan Tuhan melalui pintu nafs, jiwa, atau hawanya masing-masing, karena Tuhan telah membekali jiwa manusia akan kemampuan menangkap sinyal-sinyal suci dari Hyang Mahasuci. Sinyal suci yang diletakkan di dalam rahsa sejati (sirullah) dan roh sejati (ruhullah). Sudah merupakan rumus (Tuhan), apabila seseorang dapat meraih dharma-nya atau kodrat-dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka kehidupannya akan selalu menemui kemudahan. Sebaliknya hawa nafsu negatif (setan) senantiasa menggoda hawa/nafs manusia agar supaya hawanya berkiblat kepada unsur bumi.
Menjadi Pribadi yang Menang
Sepanjang hidup manusia selalu berada di dalam arena peperangan “Baratayudha/Brontoyudho” (jihad) antara kekuatan nafsu positif (Pendawa Lima) melawan nafsu negatif (100 pasukan Kurawa). Perang berlangsung di medan perang yang bernama “Padang Kurusetra” (Kalbu). Peperangan yang paling berat dan merupakan sejatinya perang (jihad fi sabilillah) atau perang di jalan kebenaran.
Kemenangan Pendawa Lima diraih tidak mudah. Dan sekalipun kalah pasukan Kurawa 100 selamanya sulit dibrantas tuntas hingga musnah. Maknanya sekalipun hawa nafsu positif telah diraih, artinya hawa nafsu negatif (setan) akan selalu mengincar kapan saja si hawa lengah. Kejawen mengajarkan berbagai macam cara untuk memenangkan peperangan besar tersebut. Di antaranya dengan laku prihatin untuk meraih kemenangan melalui empat tahapan yang harus dilaksanakan secara tuntas. Empat tahapan tersebut dikiaskan ke dalam nada suara salah instrumen Gamelan Jawa yang dinamakan Kempul atau Kenong dan Bonang yang menimbulkan bunyi; Neng, Ning, Nung, Nang.
1. Neng; artinya jumeneng, berdiri, sadar atau bangun untuk melakukan tirakat, semedi, maladihening, atau mesu budi. Konsentrasi untuk membangkitkan kesadaran batin, serta mematikan kesadaran jasad sebagai upaya menangkap dan menyelaraskan diri dalam frekuensi gelombang Tuhan.
2. Ning; artinya dalam jumeneng kita mengheningkan daya cipta (akal-budi) agar menyambung dengan daya rasa- sejati yang menjadi sumber cahaya nan suci. Tersambungnya antara cipta dengan rahsa akan membangun keadaan yang wening. Dalam keadaan “mati raga” kita menciptakan keadaan batin (hawa/jiwa/nafs) yang hening, khusuk, bagai di alam “awang-uwung” namun jiwa tetap terjaga dalam kesadaran batiniah. Sehingga kita dapat menangkap sinyal gaib dari sukma sejati.
3. Nung; artinya kesinungan. Bagi siapapun yang melakukan Neng, lalu berhasil menciptakan Ning, maka akan kesinungan (terpilih dan pinilih) untuk mendapatkan anugrah agung dari Tuhan Yang Mahasuci. Dalam Nung yang sejati, akan datang cahaya Hyang Mahasuci melalui rahsa lalu ditangkap roh atau sukma sejati, diteruskan kepada jiwa, untuk diolah oleh jasad yang suci menjadi manifestasi perilaku utama (lakutama). Perilakunya selalu konstruktif dan hidupnya selalu bermanfaat untuk orang banyak.
4. Nang; artinya menang; orang yang terpilih dan pinilih (kesinungan), akan selalu terjaga amal perbuatan baiknya. sehingga amal perbuatan baik yang tak terhitung lagi akan menjadi benteng untuk diri sendiri. Ini merupakan buah kemenangan dalam laku prihatin. Kemenangan yang berupa anugrah, kenikmatan, dalam segala bentuknya serta meraih kehidupan sejati, kehidupan yang dapat memberi manfaat (rahmat) untuk seluruh makhluk serta alam semesta. Seseorang akan meraih kehidupan sejati, selalu kecukupan, tentram lahir batin, tak bisa dicelakai orang lain, serta selalu menemukan keberuntungan dalam hidup (meraih ngelmu beja).
Neng adalah syariatnya, Ning adalah tarekatnya, Nung adalah hakekatnya, Nang adalah makrifatnya. Ujung dari empat tahap tersebut adalah kodrat

RENUNGAN KESEJATIAN

4 Maret 2011

Dalam penantian Sang Hamba menuju kesempurnaan maka akan di mulai dengan Ilmu. Dalam Ilmu (pengetahuan) tidak akan memberikan Manfa’at (sia-sia) jika tanpa di dasari Kesadaran dalam Niat yang tulus.

“Sesungguhnya Manusia itu Mati kecuali mereka2 yang berpengetahuan, dan mereka2 yang berpengetahuan banyak yang tertidur kecuali mereka2 yang mengamalkan, dan mereka2 yang mengamalkan banyak yang tertipu kecuali mereka2 yang Tulus Ikhlas.

Ketika Lautan Hikmah dari segala Ilmu terselami maka terlihat lah……Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan, dan banyak di antara para Salik yang mengambil Mutiara2 itu, karena saking Takjub dan terpananya melihat keindahan Mutiara2 tsb.

Ketika rasa Takjub itu datang merasuk kedalam Qolb’ maka pada saat itu…..Nyanyian ke EGO an menyertai dan mengakibatkan diri hanyut dan tenggelam dalam RASA/Zauq.

Ketahuilah……pada satu sisi, RASA/Zauq itu adalah “Jalan/Thoriqoh” menuju Sang Sejati akan tetapi apabila terlena dan hanyut dalam RASA/Zauq itu dan lupa akan “sang pemilik” RASA, maka semakin banyak duri2 yang akan tumbuh pada diri.

Lihatlah…………kesekeliling, berapa banyak yang Asyik Masyuk dalam RASA berenang dalam Nikmatnya RASA, lalu meRASA kosong, lalu meraba dalam Kosong dan mengata tidak ada apa apa dan menyatakan bahwa inilah SEJATI, inilah PUNCAK, inilah AKHIR dari segalanya, inilah IA.

Maka ketika hal itu telah ternanam, maka itulah Akar dari pada duri2 yang akan menyelimuti diri dan tanpa sadar……, telah ber TUHAN kan kekosongan, ber TUHAN kan ke HAMPA an, ber TUHAN kan ketiadaan.
Sesungguhnya……RASA/Zauq itu, masih di dalam sifat Jamal-NYA, dan bukan itulah Akhir perjalanan, namun itu barulah Awal perjalanan untuk Melangkah di “ARSY TUHAN” dan Akhirnya “MENENGOK RAHASIA KALAM”.

Apakah Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan itu…..????
Itulah…………ZIKIR/ZIKRULLAH.

Semakin banyak ber ZIKIR/ZIKRULLAH dengan bermacam2 ZIKIR (mutiara2), maka semakin terhijab, jika……………masih terpandang Ma Siwa Allah ( Sesuatu), masih terpandang akan diri : “Aku ini berzikir”, Aku ini beramal”, Aku ini berThoriqoh”, “Aku ini ber mursyid”, “Aku ini berma’rifat”, dll…dll…dll….maka akan timbul suatu penekanan akan sesuatu. Jika penekanan “akan sesuatu” itu telah menjadi pandangan Bathinnya maka Hijab telah menutupi Qolb’ dari NurNya yang Nyata. Ia melihat akan Nur, tetapi yang terlihat bukanlah Nur yang sesungguhnya melainkan hanyalah bayangan dari pada Nur. Maka bayangan tetaplah bayangan, sampai kapanpun tetaplah bayangan dan bayangan bukan lah yang punya bayang2.
Bulan Nyata terlihat, tetapi tiada di ketahui…..karena yang di ketahui hanya kenyataan Bulan di atas Danau dan Bathin lalai bahwa sesungguhnya yang ada di danau itu bukan Bulan, melainkan hanya bayang2 dari sang bulan.

Maka……lihatlah Bulan yang terang dan cahayanya sangat menyejukkan itu dan mendamaikan Qolb itu Sangat Nyata dan Indah, bukan dimana2 tetapi ada di mana2.

Maka…….untuk masuk ke jalan itu…..,
Lepaskan tubuhmu……
Lepaskan hatimu……
Lepaskan jiwamu…..
Lepaskan ruhmu……
Lepaskan Akumu…..
Hingga engkau tak bertubuh jasad lagi, tidak berhati lagi, tidak berjiwa lagi, tidak ber Ruh lagi dan tidak ber Aku lagi.

Pandanglah yang memandang dan rasakan yang merasakan maka engkau tidak ada, maka engkau kosong, maka engkau hampa.

Bukan Al-Haq yang tidak ada, bukan Al-Haq yang kosong itu, bukan Al-Haq yang hampa itu melainkan dirimulah yang tiada, dirimulah yang kosong itu, dirimulah yang hampa dan sunyi itu.
Dan tidak boleh dua, tiga, empat atau banyak yang mengisi kekosongan itu melainkan hanya SATU yang ber hak untuk mengisi kekosongan itu yaitu “Al-Haq”.

Dirimu bukan lah dirimu karena dirimu kosong dan Al-haq lah yang ada pada ke kosongan itu. Jika dirimu sudah kosong karena memang kosong, jika dirimu sudah tidak ada karena memang tidak ada. Maka yang manakah yang di sebut EGO….???, maka yang manakah yang di sebut Nafsu….???, maka yang manakah yang di sebut Aku…???

Maka semuanya pun tidak ada/kosong karna memang kosong/tidak ada.
Maka jika ada bantah membantah, maka jika ada sanggah menyanggah, maka jika ada hujat menghujat, selama itu engkau masih belum kosong dari kedirianmu.

Maka itulah Hijab/Tirai yang sangat tipis bak sehelai rambut di belah tujuh.
Nyata ketiadaan itu menunjukkan Nyatannya yang ADA (Al-Haq).
maka matilah sebelum engkau mati……maka siapakah yang ada setelah kematianmu….????
Jika engkau sudah mati maka engkau sudah tidak ada, maka siapakah yang ada setelah kematianmu/ketiadaanmu…???

Ana (Al-Haq) yang ada…….

Jika hanya Al-Haq yang ada, maka selain itu……..adalah Fatamorgana, bayangan, semu, tidak ada dan nyatalah….Ana (Al-Haq) meliputi pada kekosongan dan ketiadaan dirimu. Dan kekosongan diri/ketiadaan diri itulah Singgasana/Kerajaan TUHAN dan di situlah Al-Haq bersemayam (Arsy’). Bukan di tubuh, bukan pula di hati, bukan pula di jiwa dan juga bukan di Ruh.

Maka “DIAM” = “MATI” = “KOSONG” = “TIDAK ADA” = “Laa Hawla Wa Laa Quwwata…..” dan itulah diri yang bernama PJ, Teguh, Efrizal, Adjie Gurandille, Muria, Anwar, Sugeng, Joko, Laila, Suci, Rohmah, Majnun, Andi, Rahman, Sulaiman, Yahya, dll…dll….dll…….


“Dari kosong maka akan kembali kosong”
“Dari tidak ada maka akan kembali tidak ada”.

MENGENAL TUHAN MELALUI GURU

4 Maret 2011

Ada banyak cerita tentang Tuhan dan Guru di dalam dongeng-dongeng dalam sebuah masyarakat di belahan bumi nusantara ini. Misalkan saja dongeng ala rakyat India yang dinyanyikan dalam syair lagu, yang terjemahannya kira-kira seperti ini : “ Jika Tuhan muncul di depan saya dan Guru juga muncul di hadapan saya, kepada siapa saya harus membungkukkan badan..? Tentu saja saya akan membungkuk kepada Guru saya terlebih dulu. Tuhan tidak mempedulikan saya saat saya melewati lingkaran hidup dan mati ini. Tuhan telah melemparkan saya kedalam lautan penderitaan, tetapi Gurulah yang mengangkat saya keluar dari lautan itu. Dia menyelamatkan jiwa saya dan menuntun saya melewati badai kehidupan ini. Maka saya menyembah Guru saya.”

Hmmm…hmmm… Memang rasa-rasanya ada benarnya juga yah…??, tanpa sang Guru bagaimana kita dapat mengenal Tuhan…? Bagaimana kita dapat tahu bahwa Tuhan ada di dalam diri kita, bahwa kita dapat memanfaatkan kekuatan Tuhan ini untuk menyelamatkan diri kita sendiri, menyelamatkan hidup dan energi kita, menyelamatkan keluarga dan teman-teman kita, dan memanfaatkan keberadaan kita? Hanya sang Guru yang dapat menunjukkan cara untuk melakukan hal ini berdasarkan jatuh bangun MUJAHADAH dan pergulatan Spiritual yang dijalaninya.

Benarkah hal ini…?? Lalu siapakah HAKEKATnya yang dimaksud dengan sang GURU ini…??.

Saya tahu dari pengalaman saya sendiri bahwa indah rasanya mengenal Tuhan yang ada di dalam DIRI. Dan itulah barangkali yang sering disebut-sebut oleh para orang Tua -tua jaman dulu dinamakan Guru batin ( Guru SEJATI ) dan kekuatan Tuhan yang ada di dalam DIRI sesungguhnya adalah hal yang sama. Mungkinkah ini juga yang dimaksud oleh sebuah Hadis ” Kenalilah DIRIMU, maka Engkau akan mengenal TUHAN-mu “. Apa bila engkau ingin mengetahui Tuhan-mu, maka keluarlah DIRIMU dari dalam DIRIMU …halah…halah…opo meneh maksudne iki..

Tuhan adalah Cahaya yang lebih cemerlang daripada beribu-ribu matahari yang disatukan. Bukankah begitu yang telah dialami Musa di Lembah Suci Thuwa..?? Tuhan adalah melodi yang mengisi jiwa kita dengan segala kebahagiaan dan kepuasan, tak peduli dimana pun kita berada, tak peduli ras atau kebangsaan apa, tak peduli kita berasal dari latar belakang atau agama apa yang kita anut. Dan jika kita ingin menyentuh Tuhan sebagai salah satu di antara kita, Dia bahkan mewujudkan diri-Nya dan BERTAJALI di antara kita memenuhi dan meliputi Alam Semesta ini; misalnya, Musa, Isa, Muhammad, Buddha, para Guru Sikh, atau Guru-guru Krishna dll yang hadir pada jaman di masanya sebagai Manusia SPIRITUAL yang memberikan PETUNJUK, PENCERAHAN kepada jalan yang lurus, jalan yang penuh KEBAIKAN dan KEBAJIKAN bagi manusia-manusia di Jamannya. Sepertinya semua ini adalah perwujudan daripada ” AF’AL ( Pebuatan ) Tuhan ” secara individual, perorangan untuk memberikan PENCERAHAN yang sudah semestinya perlu dan patut untuk kita kasihi, kita lihat, kita sentuh dan kita percayai serta perlunya untuk kita teladani.

Lagi pula, kita masih dapat menghubungi para Guru ini ketika kita menaikkan kesadaran kita ke dimensi BATINIAH mereka yang lebih tinggi daripada kesadaran JASMANIAH di planet ini. Dan hal ini sedang terjadi sekarang, bukannya seribu tahun yang lalu…! Karena kabar baiknya adalah kita telah menyatu di dalam sistem ini, kita manunggal dengan Sifat Ketuhanan ini, kita menyatu dengan segala yang dapat kita lihat atau impikan atau bayangkan. Itulah kita…!!

ALAM SEMESTA ADALAH GURU BIJAK

4 Maret 2011

Tatkala seorang preman pasar adalah Semprul namanya, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, ” Semprul, siapakah gurumu?”
Dia menjawab, “Aku memiliki banyak guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.

Pertama adalah seorang pencuri.
Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”
Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.” Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.
Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”

Guruku yang kedua adalah seekor anjing.
Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.

Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil.

Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.
“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?
Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”
EGOKU REMUK REDAM…, seketika itu, seluruh pengetahuanku BUYAAAAR…!!.
Pada saat itu aku menyadari KEBODOHANKU sendiri dan sejak saat itu aku letakkan, aku tanggalkan seluruh ilmu pengetahuanku.

Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru Spiritual. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon, kehidupan binatang. Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru Spiritual karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber sedari kecil.
Menjadi seorang murid adalah hal umum di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid? Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh ” KEHIDUPAN “. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu menapaki hari melalui CITA RASA mu sendiri untuk menjadi ” DIRI SENDIRI ” bukan menjadi seperti orang lain bahkan menjadi seperti gurumu.

Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu. Dan pada saat itulah engkau adalah MURID sekaligus GURU bagi dirimu sendiri dalam kehidupan ini.

MEMULAI LAKU PRIHATIN

4 Maret 2011

adalah kata-kata yg akrab di telinga kita, bahkan saya pernah mendengar kata “prihatin” saban hari selama sebulan. Tapi saya semakin judeg memaknainya. Setelah sekian lama, barulah saya pahami bahwa “prihatin” mungkin singkatan dari “perih ing batin” (pedih yang dirasakan oleh batin). Mengapa pedih ? Yah, tentu saja, karena batin (jiwa) ini tidak diujo (dibiarkan semau gue) memuaskan hawa nafsu. Padahal tahu sendiri kan, betapa nikmatnya bila kita sedang keturutan (terpenuhi) hawa nafsunya. Apalagi untuk urusan “under ground stomach“.. namun dalam suasana jiwa yang “prihatin” pemuasan nafsu jasadiah sangat dikendalikan, sekalipun sudah menjadi hak kita. Sampai ada wewaler “ngono yo ngono ning ojo ngono” (gitu ya gitu tapi jangan gitu dong..). Sebagai rambu-rambu agar supaya tidak sampai berlebihan atau melampaui batas kewajaran. Jadi, garis besarnya “laku prihatin” adalah upaya kita agar badan/jasad ini selalu berkiblat mengikuti kehendak guru sejati/rahsa sejati (kareping rahsa sejati) yang selalu dalam koridor kesucian (berkiblat pada kodrat Tuhan). Sehingga kecenderungan nafsu/hawa/nafs/jiwa/soul kita yang cenderung ingin berbuat negatif nuruti rahsaning karep (nafsu negatif), senaniasa kita belokkan kepada kesucian sang guru sejati dan rahsa sejati. Sehingga menjadi nafsu yang selalu berkeinginan baik (an nafsul mutmainah). Nah, “kekalahan” jasad (bumi) atas jiwa yang suci ini seringkali terasa pedih/gundah/marah di dalam kalbu.

 

Karena banyaknya pertanyaan mengenai tata cara atau apa yang harus ditempuh dalam mengawali sebuah perjalanan spiritual (laku prihatin) untuk menggapai tataran kesejatian, maka perlu kami paparkan tulisan berikut ini. Seluruh catatan di sini, semua semata-mata sebagai salah satu upaya saya untuk mewujudkan rasa syukur yang paling konkrit kepada Gusti Allah yang sudah menganugrahkan rahmat, kebahagiaan, ketentraman, dan kecukupan pada kami & keluarga. Bagi saudara-saudaraku para pembaca yang budiman dan seluruh sahabat handai taulan yang menanyakan bagaimana memulai sebuah “laku” prihatin untuk menggapai spiritualitas sejati, berikut ini yang dapat kami paparkan secara sederhana agar mudah dipahami. Apa yang saya paparkan di bawah ini sekedar contoh langkah-langkah yang saya lakukan selama ini untuk memahami kehidupan sejati dan selanjutnya menggapai kemuliaan hidup. Terdiri dari 5 jurus atau empat tahapan yakni;

 

0. Nol adalah nihil. Substansi nihil di sini berarti belum ada manifestasi perbuatan konkrit.  Masih berupa niat; niat ada dua level yakni; Niat Demi Tuhan, dan Niat  Ingsun. Yang pertama menyiratkan pemahaman saya yang belum utuh akan jati diri.  Setiap mengikrarkan Demi Tuhan; saya terbayang bahwa perbuatan baik saya tujukan kepada Tuhan, dengan membayangkan Tuhan itu nun jauh di atas langit ke tujuh. Akan tetapi kemudian dalam perjalanan spiritual ini sampailah pada pemahaman bahwa saya lebih merasa mantab bila berkata; Niat Ingsun. Alasannya ; niat Ingsun lebih pas, karena bukankah Tuhan itu lebih dekat dengan urat leher kita ? Tuhan (Sifat hakekat) berada dalam JATI DIRI (sifat zat). Maka Ingsun bermakna “Aku” . Sedangkan “Aku atau Ingsun” merupakan hakekat Tuhan (sifat zat) dalam diri. Aku (manusia) melakukan apa yang diridhoi AKU (hakekat Tuhan di dalam makhlukNya). Saya temukan suatu makna bahwa melakukan kebaikan pada sesama itu tidak lain memposisikan diri kita pada jalur “kodrat” Ilahi. Jelasnya menurut pemahaman saya, bahwa Niat Ingsun ternyata memiliki makna; sebuah ucapan yang keluar dari hakekat “manunggaling kawula-Gusti”.

 

1. Membersihkan hati; dengan cara membiasakan berfikir positif, sekalipun menghadapi situasi yang buruk dan tidak menyenangkan, tetapi selalu berusaha  mengurai sisi baiknya. Sebaliknya waspadai diri kita sendiri, selalu mengevaluasi diri, karena setiap orang akan cenderung merasa sudah melakukan banyak amal kebaikan maupun merasa telah beriman. Namun mengapa banyak pula orang yang merasa banyak amal, banyak membantu, merasa sudah banyak sodaqah, merasa sudah bersih hati, merasa sudah menjalankan sariat, tapi kehidupannya kontradiktif; masih selalu merasa sial, dirundung musibah dan kesulitan. Dan dengan percaya diri lantas menganggapnya  sebagai cobaan bagi orang-orang beriman. Ini menjadi suatu “kelucuan”  hidup yang sering tidak kita sadari.

 

2. Berusaha setiap saat agar hidup kita bermanfaat bagi sesama. Dalam terminologi ajaran Jawa disebut donodriyah; atau sodaqoh. Dhonodriyah ada 4 cara dan tingkatan; yakni (1) dhonodriyah doa; (2) dhonodriyah tutur kata/nasehat yg baik dan menentramkan, (3) dhonodriyah tenaga, (4) dhonodriyah harta. Yang terakhir inilah yang paling sulit dilakukan tapi nilainya paling tinggi. Kita  lakukan semua kebaikan kepada sesama dengan tulus dan ikhlas. Kita jadikan sebagai sarana tapa ngrame; ramai/giat dalam membantu sesama, tetapi sepi dalam berpamrih.

 

3. Belajar tulus dan ikhlas sepanjang masa. Agar supaya mampu mewujudkan keikhlasan yg sempurna. Ukuran kesempurnaan ikhlas itu dapat diumpamakan “keikhlasan” kita sewaktu buang air besar. Kita  enggan menoleh, bahkan selekasnya dilupakan dan disiram air agar tidak berbau dan membekas. Setelah itu kita tak pernah membahas dan mengungkit-ungkit lagi di kemudian hari. Itu yang harus kita lakukan, sekalipun yang kita perbantukan berupa harta paling berharga. Mengapa harus belajar ketulu-ikhlasan sepanjang masa ? Tidak lain karena keihklasan hari ini dan dalam kasus tertentu, belum tentu berhasil kita lakukan esok hari, belum tentu berhasil dalam kasus lain, dan belum tentu sukses kita wujudkan dalam kondisi mental yang berbeda.

 

4. Meghilangkan sikap ke-aku-an (nar/api/iblis); menghindari watak mencari benernya sendiri, mencari menangnya sendiri, dan mencari butuhnya sendiri. Sebaliknya, jaga kesucian badan dan batin dari polusi hawa nafsu negatif agar sinar kesucian (nur) menjadi semakin terang dalam kehidupan anda.

 

5. Perbanyak bersyukur, sebab tiada alasan sedikitpun untuk menganggap Tuhan belum memberikan anugrah kepada kita. Coba hitung saja anugrah Tuhan dalam setiap detiknya, berpuluh-puluh anugrah selalu mengalir pada siapapun orangnya; sekali lagi dalam setiap detiknya. Maka bersyukur yang paling ideal adalah mewujudkannya dalam perbuatan. Misalnya kita diberi kesehatan; bersukurnya dengan cara gemar membantu orang yang sedang sakit dan menderita. Latih diri kita agar selalu  membiasakan bersukur TIDAK dengan mulut saja, tetapi dengan sikap dan perbuatan konkrit.

 

Dalam setiap melakukan amal baik kepada sesama, kita “transaksikan” kebaikan itu dengan Tuhan, jangan dengan orang yang kita baiki. Jika kita “bertransaksi” dengan orang, maka kita hanya akan mendapat pujian atau upah saja. Jika 5 tahap itu bisa dilaksanakan menjadi kebiasaan sehari-hari, niscaya hidup kita akan menemukan kamulyan sejati. Baik dunia maupun akhirat. Bahkan kita dapat meraih anugrah Tuhan berupa “ngelmu beja” atau “ilmu” keberuntungan. Tidak dapat dicelakai orang, selalu menemukan keberuntungan, selalu hidup kecukupan, dan tenteram. Bahkan semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menerima.

Selamat menjalankan, dan lihatlah buktinya.

 

salam sejati

rahayu

PENDAWA LIMA

4 Maret 2011

PENDAWA LIMA

1. PRABU YUDHISTIRA


PRABU YUDHISTIRA menurut cerita pedalangan Jawa adalah raja jin negara Mertani, sebuah Kerajaan Siluman yang dalam penglihatan mata biasa merupakan hutan belantara yang sangat angker. Prabu Yudhistira mempunyai dua saudara kandung masing-masing bernama ;Arya Danduwacana, yang menguasai kesatrian Jodipati dan Arya Dananjaya yang menguasai kesatrian Madukara. Prabu Yudhistira juga mempunyai dua saudara kembar lain ibu, yaitu ; Ditya Sapujagad bertempat tinggal di kesatrian Sawojajar, dan Ditya Sapulebu di kesatrian Baweratalun.Prabu Yudhistira menikah dengan Dewi Rahina, putri Prabu Kumbala, raja jin negara Madukara dengan permaisuri Dewi Sumirat. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putri bernama Dewi Ratri, yang kemudian menjadi istri Arjuna.Ketika hutan Mertani berhasil ditaklukan keluarga Pandawa berkat daya kesaktian minyak Jayengkaton milik Arjuna pemberian Bagawan Wilwuk/Wilawuk, naga bersayap dari pertapaan Pringcendani. Prabu Yudhistira kemudian menyerahkan seluruh negara beserta istrinya kepada Puntadewa, sulung Pandawa, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti. Prabu Yudhistira kemudian menjelma atau menyatu dalam tubuh Puntadewa, hingga Puntadewa bergelar Prabu Yudhistira. Prabu Yudhistira darahnya berwarna putih melambangkan kesuciannya.

2. BIMA atau WERKUDARA


Dikenal pula dengan nama; Balawa, Bratasena, Birawa, Dandunwacana, Nagata, Kusumayuda, Kowara, Kusumadilaga, Pandusiwi, Bayusuta, Sena, atau Wijasena. Bima putra kedua Prabu Pandu, raja Negara Astina dengan Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Bima mempunyai dua orang saudara kandung bernama: Puntadewa dan Arjuna, serta 2 orang saudara lain ibu, yaitu ; Nakula dan Sadewa. Bima memililki sifat dan perwatakan; gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur. Bima memiliki keistimewaan ahli bermain ganda dan memiliki berbagai senjata antara lain; Kuku Pancanaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa (kapak besar) dan Bargawasta, sedangkan ajian yang dimiliki adalah ; Aji Bandungbandawasa, Aji Ketuklindu dan Aji Blabakpangantol-antol. Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran yaitu; Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain; Kampuh atau kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan pupuk Pudak Jarot Asem. Bima tinggal di kadipaten Jodipati, wilayah negara Amarta. Bima mempunyai tiga orang isteri dan 3 orang anak, yaitu :

1. Dewi Nagagini, berputra Arya Anantareja,

2. Dewi Arimbi, berputra Raden Gatotkaca dan

3. Dewi Urangayu, berputra Arya Anantasena.

Akhir riwayat Bima diceritakan, mati sempurna (moksa) bersama ke empat saudaranya setelah akhir perang Bharatayuda.

3. ARJUNA


Adalah putra Prabu Pandudewanata, raja negara Astinapura dengan Dewi Kunti/Dewi Prita  putri Prabu Basukunti, raja negara Mandura. Arjuna merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara satu ayah, yang dikenal dengan nama Pandawa. Dua saudara satu ibu adalah Puntadewa dan Bima/Werkudara.

Sedangkan dua saudara lain ibu, putra Pandu dengan Dewi Madrim adalah Nakula dan Sadewa. Arjuna seorang satria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi Pandita di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Arjuna dijadikan jago kadewatan membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Kaindran bergelar Prabu Karitin dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain ; Gendewa ( dari Bathara Indra ), Panah Ardadadali ( dari Bathara Kuwera ), Panah Cundamanik ( dari Bathara Narada ). Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain ; Keris Kiai Kalanadah, Panah Sangkali ( dari Resi Durna ), Panah Candranila, Panah Sirsha, Keris Kiai Sarotama, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni ( diberikan pada Abimanyu ), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton ( pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani ) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama.  Arjuna mempunyai 15 orang istri dan 14 orang anak. Adapun istri dan anak-anaknya adalah :

1. Dewi Sumbadra , berputra Raden Abimanyu.

2. Dewi Larasati , berputra Raden Sumitra dan Bratalaras.

3. Dewi Srikandi

4. Dewi Ulupi/Palupi , berputra Bambang Irawan

5. Dewi Jimambang , berputra Kumaladewa dan Kumalasakti

6. Dewi Ratri , berputra Bambang Wijanarka

7. Dewi Dresanala , berputra Raden Wisanggeni

8. Dewi Wilutama , berputra Bambang Wilugangga

9. Dewi Manuhara , berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati

10. Dewi Supraba , berputra Raden Prabakusuma

11. Dewi Antakawulan , berputra Bambang Antakadewa

12. Dewi Maeswara

13. Dewi Retno Kasimpar

14. Dewi Juwitaningrat , berputra Bambang Sumbada

15. Dewi Dyah Sarimaya.

Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu ; Kampuh/Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Arjuna juga banyak memiliki nama dan nama julukan, antara lain ; Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Bathara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Danasmara ( perayu ulung ) dan Margana ( suka menolong ).

Arjuna memiliki sifat perwatakan ; Cerdik pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah.

Arjunaa memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bhatarayuda, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia muksa ( mati sempurna ) bersama ke-empat saudaranya yang lain.

4. NAKULA


Nang dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat) adalah putra ke-empat Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Nakula lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa (pedalangan Jawa), Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama; Puntadewa, Bima/Werkundara dan Arjuna. Nakula adalah titisan Bathara Aswi, Dewa Tabib. Nakula mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Nakula juga mempunyai cupu berisi, “Banyu Panguripan atau Air kehidupan” (tirtamaya) pemberian Bhatara Indra. Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Nakula tinggal di kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:

1. Dewi Sayati putri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan

memperoleh dua orang putra masing-masing bernama; Bambang

Pramusinta dan Dewi Pramuwati.

2. Dewi Srengganawati, putri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa

yang tinggal di sungai/narmada Wailu (menurut Purwacarita,

Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra/Ekapratala)

dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung.

Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik. Setelah selesai perang Bharatyuda, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa bersama keempat saudaranya.

5. SADEWA atau Sahadewa


Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Tangsen (buah dari tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan dan dipakai untuk obat) adalah putra ke-lima atau bungsu Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama kakanya, Nakula. Sadewa juga mempunyai tiga orang saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura, bernama; Puntadewa, Bima/Werkundara dan Arjuna. Sadewa adalah titisan Bathara Aswin, Dewa Tabib. Sadewa sangat mahir dalam ilmu kasidan (Jawa)/seorang mistikus. Mahir menunggang kuda dan mahir menggunakan senjata panah dan lembing. Selain sangat sakti, Sadewa juga memiliki Aji Purnamajati pemberian Ditya Sapulebu, Senapati negara Mretani yang berkhasiat; dapat mengerti dan mengingat dengan jelas pada semua peristiwa. Sadewa mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Sadewa tinggal di kesatrian Bawenatalun/Bumiretawu, wilayah negara Amarta. Sadewa menikah dengan Dewi Srengginiwati, adik Dewi Srengganawati (Isteri Nakula), putri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai/narmada Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra/Ekapratala). Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Bambang Widapaksa/ Sidapaksa). Setelah selesai perang Bharatayuda, Sedewa menjadi patih negara Astina mendampingi Prabu Kalimataya/Prabu Yudhistrira. Akhir riwayatnya di ceritakan, Sahadewa mati moksa bersama ke empat saudaranya.

PUSAKA KALIMASADHA DAN CHUNDAMANI

4 Maret 2011

Kalimasadha dalam Budaya Jawa

Dalam cerita pewayangan, dikenal pusaka keramat milik Prabu Yudhistira dari kerajaan Amartha, sebagai warisan dari Kyai Semar yakni Jamus Kalimasada. Jamus Kalimasada adalah pusaka untuk menangkal kesengsaraan, nasib celaka, bebendu atau hukuman dari Tuhan.

Kalimasada (Kalima usada=jajampi wari gansal) lima macam ‘jamu’ atau lima macam tindakan (lelampahan gangsal ) yang harus dilakukan setiap orang agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat (kawilujengan). Lima macam tindakan tersebut adalah:

1. Suci = setia, jujur

2. Sentausa = adil paramarta. tanggungjawab

3. Kebenaran= sabar, belas kasih, rendah hati

4. Pintar/kepandaian= pandai ilmu, pandai mengenakkan hati sesama, pandai meredam hawa nafsu

5. Kesusilaan= selalu sopan-santun, teguh memegang tatakrama

Langkah Kelima perkara tadi tidak boleh diabaikan salah satunya. Jadi harus dilakukan serempak bersama-sama, atau diistilahkan Jawa; ayam kapenang.

Sebutan ayam kapenang tersebut kemudian digunakan sebagai paugeran atau patokan yang menjadi petunjuk hidup. Dalam pewayangan, ayam kapenang tersebut menjadi perwujudan watak masing-masing Satria Pendawa Lima. Sehingga disebut sebagai ayam kapenang artinya telur ayam sak petarangan, yang mengandung maksud; pecah satu maka akan pecah semua. Ini untuk membahasakan guyub rukun nya para kesatria Pendawa Lima dalam tali persaudaraan, ada yang mati satu maka yang lain pasti akan membelanya.

Langkah Lima perkara tersebut harus dijalankan secara kompak bersama-sama, jika salah satu tidak jalan maka akan mengalami kegagalan. Seumpama, walaupun sudah menjalankan kesetiaan, kesentausaan, kepandaian, kesusilaan, tetapi buta akan kebenaran sudah tentu tidak menjadi manungso pinunjul. Kebenaran dilupakan, artinya tidak memahami akan benar salahnya tindakan, perbuatan, dan pekerjaan. Maka kesetiaan dan kesantausaannya hanya untuk mendukung kepada perbuatan, tindakan, pekerjaan yang tidak benar. Kepandaian dan  kesusilaannya juga hanya untuk membodohi (baca;Jawa; minteri) orang lain. Perbuatan demikian yang menjadikan musabab menganggap enteng segala bahaya dan resiko, yang tidak bisa ditolak hanya dengan doa, justru sebaliknya, niscaya manusia akan jatuh dalam duka dan kesengsaraan.

Kalimasadha Dalam Cerita Pewayangan

Jamus Kalimasada diwahyukan kepada Pendawa Lima dan diteruskan kepada para puteranya. Jadi para putera Pendawa Lima merupakan pralampita, pengejawantahan dari panca indera manusia yang meliputi mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit dan anggota badan. Pertama adalah Sang Pretiwindya putera dari Prabu Yudhistira sebagai perlambang indera penglihatan, Sang Sutasoma, putera Sang Werkudara  sebagai perlambang dari indera penciuman, ketiga yakni Sang Sutakirti putera Sang Arjuna sebagai perlambang indera pendengaran, ke empat yakni kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa, putera Raden Nakula yakni Sang Satanika sebagai perlambang lidah sebagai indera perasa, dan Sang Srutakarma putera dari Raden Sadewa  sebagai perlambang kulit dan seluruh anggota badan sebagai indera perasa pula. Kelima putera tersebut dari satu isteri Pendawa Lima yakni Dewi Drupadi sebagai wujud retasan dari Yang Maha Kuasa  (purbawisesaning gesang). Sehingga dapat diambil intisarinya yakni asal muasalnya panca indera tidak lain dari wujud ciptaan Sang Khaliq, Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Hyang Wenang, Gusti Kang Maha Wisesa.

Tetapi, Sang Werkudara dari isteri Dewi Arimbi kemudian dikaruniai anak bernama Gatutkaca, selanjutnya sebagai perlambang dari pamicara. Pamicara atau bicara dengan bahasa manusia, bukanlah kewenangan Sang Hyang Wenag, purbawasesaning gesang hanya menciptakan suara untuk makhluknya, tidak menciptakan bahasa manusia. Bahasa atau bicara, wicara, merupakan hasil karya peradaban manusia, sehingga Gatutkaca bukan menjadi putera Werkudara dengan Dewi Drupadi, tetapi dengan Dewi Arimbi. Sang Werkudara sendiri merupakan perlambang hawa atau udara, maka Gatutkaca adalah putera Werkudara dengan Dewi Arimbi, bukan dengan Dewi Drupadi. Artinya, bahwa nafas dan suara asalnya dari hawa atau udara. Maka jika mulut dubungkam, dan hidung ditutup, pati tidak akan bisa bicara.

Pusaka Chundamani,

Senjata Ampuh untuk Mewujudkan Harapan dan Cita-cita

Gatutkaca melengkapi Pendawa Lima, menjadi Sadrasa, rahsa nem, atau enam rasa. Yang dapat mengalahkan Pendawa Lima plus Gatutkaca, sebagai enam rasa, adalah Aswatama. Oleh Aswatama, sadrasa dapat disirnakan. Aswa = kapal perang, tama = utama, baik, mulia, luhur. Aswatama = kendaraan atau alat yang dapat mengantarkan kepada keutamaan lahir batin.  Kendaraan atau alat bermakna juga sebagai perbuatan atau pekerjaan yang baik, utama, mulia, luhur. Aswatama mendapat pusaka dari orang tuanya Sang Durna, pusaka bernama chundamani. Chunda = chunduk, mani = manik = rahsa. Chunduk artinya cocok, tunggal, membaur. Sehingga chundamani merupakan intisari dari segala perbuatan yang baik untuk mencapai tujuan yang mulia, dengan cara menyatukan rasa atau tunggal rasa, yakni membaurnya ke enam rasa atau sadrasa. Sebagaimana tata cara orang berdoa agar supaya tijab, makbul, terkabul, diterima Tuhan, bukan dengan doa berkuantitas banyak dan repetitif, atau mencari waktu-waktu tertentu yang dianggap baik, tetapi justru dengan cara menyatukan seluruh komponen indera yang kita punya, yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Orang sering salah memahami hakekat dari doa. Doa bukan sekedar yang tersirat dan yang terucap. Doa merupakan keseluruhan dari sebuah tindakan yang kompakdan harmonis, meliputi hati, fikiran, ucapan, tindakan. Keempat komponen tersebut tidak bisa dipisahkan, pecah satu pecah semua, seperti makna Pendawa Lima dan Pusaka Kalimasada. Sebagai contoh, jika hati dan ucapan kita berdoa memohon kesehatan kepada Tuhan, namun fikiran dan perbuatan selalu tergoda dengan makanan lezat mengandung kolesterol tinggi, maka hanya akan menggagalkan doa permohonan sehat tersebut. Atau, ucapan dan tindakannya menghindari makanan dan perbuatan yang dapat merusak badan, tetapi hati dan fikirannya tidak kompak, maka hanya menghasilkan perbuatan enggan, setengah hati, dan malas. Lahiriah dan batiniahnya tidak kompak, suka membohongi diri sendiri, membantah diri sendiri, dan munafik.

SERAT KIDUNGAN

4 Maret 2011

Kidungan punika serat kina pralambangipun ngelmu Islam ingkang sajati, tuwin minangka wawarah pamujining kawula dateng Gusti, iketanipun Kanjeng Susuhunan Kalijaga Waliyullah; kasambet iketanipun Kyai Rangga Sutrasna pujangga.

Babon asli saking kagungan dalem
Gusti Kanjeng Ratu Pambayun
putri ing karaton dalem SURAKARTA ADININGRAT
.

Tembang Dhandhanggula


… 01 …

Ono kidung rumekso ing wengi, teguh ayu luputa ing lara, luputa bilai kabeh, jim setan datan purun, paneluhan tan ana wani, miwah panggawe ala, gunaning wong luput, geni atemahan tirta, maling adoh tan ana mgarah mring mami, guno duduk pan sirno.

… 02 …

Sakehing lara pan samya bali, sakeh ngama pan sami miruda, welas asih pandulune, sakehing braja luput, kadi kapuk tibaning wesi, sakehing wisa tawa, sato galak tutut, kayu aeng lemah sangar, songing landk guwane wong lemah miring, myang pakiponing merak.

… 03 …

Pangupakaning warak sakalir, nadjan arca myang sagara asat, temahan rahayu kabeh, apan sarira ayu, ingideran kang widadari, rineksa malaekat, sakatahing Rasul, pan dadi sarira tunggal, ati Adam utekku Bagenda Esis, pangucapku ya Musa.

… 04 …

Napasku Nabi Ngisa linuwih, Nabi Yakub pamiyarsa ningwang, Yusup ing rupaku mangke, Nabi Dawud swaraku, Njeng Suleman kasekten mami, Nabi Ibrahim nyaw, Edris, ing rabutku, Bagenda Ali kulit ingwang, getih daging Abu Bakar Ngumar singgih, balung Bagenda Ngusman.

… 05 …

Sungsum ingsun Patimah linuwih, Siti aminah bajuning angga, ayub ing ususku mangke, Nabi Nuh ing jejantung, Nabi Yunus ing otot mami, netraku ya Muhammad, pamuluku Rasul, pinayungan Adam sarak, sampun pepak sakatahing para Nabi, dadya sarira tunggal.

… 06 …

Wiji sawiji mulane dadi, apan pencar saisining jagad, kasamatan dening Date, kang maca kang angrungu, kang anurat kang animpeni, dadi ayuning badan, kinarya sesembur, yen winacakna ing toya, kinarya dus rara tuwa gelis laki, wong edan nuli waras.

… 07 …

Lamun ana wong kadenda kaki, wong kabonda wong kabotan utang, yogya wacanen den age, nalika tengah dalu, ping sawelas wacanen singgih, kang luwar ingkang kabanda, kang kadenda wurung, aglis nuli sinauran, mring Hyang Suksma ingkang utang iku singgih, kang agring nuli waras.

… 08 …

Lamun arsa tulus nandur pari, puwasaha sawengi sadina, iderana galengane, wacanen kidung iku, sakeh ngama sami abali, yen sira lunga perang, wateken ing sekul, antuka tigang pulukan, mungsuhira rep-sirep tan ana wani, rahayu ing payudan.

… 09 …

Sing sapa reke bisa nglakoni, amutiha lawan anawaha, patang puluh dina bae, lan tangi wektu subuh, lan den sabar sukuring ati, insya allah katekan, sakarsanireku, tumrap sanak rajatira, saking sawabing ngelmu pangiket mami, duk aneng Kali-Jaga.

… 10 …

Ana kidung reke angartati, sapa weruh reke aran ingwang, duk ingsun ana ing ngare, miwah duk aneng gunung, Ki Samurta lan Ki Samurti, ngalih aran ping tiga, Arta-daya tengsun, aran ingsun duk jajaka, Ki Artati mangke aran ingsun ngalih, sapa wruh aran ingwang.

… 11 …

Sapa weruh kembang tepus kaki, sasat weruh reke Arta-daya, tunggal pancer sauripe, sapa wruh ing panuju, sasat sugih pagere wesi, rineksa wong sajagad, kang angidung iku, lamun dipun apalena, kidung iku den tutug pada sawengi, adoh panggawe ala.

… 12 …

Lawan rineksa dening Hyang Widi, sakarsane tinekan dening Hyang, rineksa ing jaman kabeh, kang maca kang angrungu, kang anurat myang kang nimpeni, yen ora bisa maca, simpenana iku, temah ayu kang sarira, yen linakon dinulur sasedyaneki, lan rineksa dening Hyang.

… 13 …

Kang sinedya tinaken Hyang Widi, kang kinarsan dumadakan kena, tur siniyan Pangerane, nadyan tan weruh iku, lamun nedya muja semedi, sasaji ing sagara, dadya ngumbareku, dumadi sarira tunggal, tunggal jati swara awor ing Artati, aran Sekar Jempina.

… 14 …

Somahira ingaran Penjari, milu urip lawan milu pejah, tan pisah lawan saparane, pari purna satuhu, anir mala waluya jati, kena ing kene kana, ing wasananipun, ajejuluk Adi Suksma, cahya ening jumeneng aneng artati, anom tan kena tuwa.

… 15 …

Panunggale kawula lan Gusti, Nila-ening arane duk gesang, duk mati Nila arane, lan Suksma-ngumbareku, ing asmara Mong-raga yekti, durung darbe peparab, duk rarene iku, awayah bisa dedolan, aran Sang Hyang Jari iya Sang Artati, yeku Sang Arta-daya.

… 16 …

Dadya wisa mangkya amartani, lamun marta atemahan wisa, marma Arta-daya rane, duk lagya aneng gunung, ngalih aran Asmara-jati, wayah tumekeng tuwa, emut ibunipun, ni Panjari lunga ngetan, ki Artati nurut gigiring Merapi, anuju mring Sundara.

… 17 …
Ana pandita akarya wangsit, minda kombang angajap ing tawang, susuh angin ngendi nggone, lawan galihing kangkung, wekasan langit jaladri, isiningwuluh wungwang, lan gigiring punglu, tapaking kuntul anglayang, manuk miber uluke ngungkuli langit, kusuma njahing tawang.

… 18 …

Ngambil banyu apikulan warih, amet geni sarwi adadamar, kodok ngemuli elenge, miwah kang banyu dikum, myang dahana murub kabesmi, bumi pinetak ingkang, pawana ingkang, pawana katiyub, tanggal pisan kapurnaman, yen anenun senteg pisan anigasi, kuda ngrap ing pandengan.

… 19 …

Ana kayu apurwa sawiji, wit buwana epang keblat papat, agodong mega rumembe, apradapa kukuwung, kembang lintang salaga langit, semi andaru kilat, woh surya lan tengsu, asirat bun lawan udan, apupucak akasa bungkah pratiwi, ayode bayu bajra.

… 20 …

Wiwitane duk anemu candi, gegedongan miwah wewerangkan, sihing Hyang kabesmi kabeh, tan ana janma kang wruh, yen wruha purwane dadi, candi sagara wetan, ingobar karuhun, kajangane Sang Hyang Tunggal, sapa reke kang jumeneng mung Artati, katon tengahing tawang.

… 21 …

Gunung Agung sagara Serandil, langit ingkang amengku buwana, kawruh ana ing artine, gunung sagara umung, guntur sirna amengku bumi, ruk kang langit buwana, dadya weruh iku, mudya madyaning ngawiyat, mangasrama ing gunung agung sabumi, candi-candi sagara.

… 22 …

Gunung luhure kagiri-giri, sagara agung datanpa sama, pan sampun kawruhan reke, Arta-daya puniku, datan kena cinakreng budi, anging kang sampun prapta, angadeg tengahing jagad, wetan kulon lor kidul ngandap nyang nginggil, kapurba kawisesa.

… 23 …

Bumi sagara gunung myang kali, sagung ingkang sesining bawana, kasor ing Arta-dayane, sagara sat kang gunung, guntur sirna guwa samya nir, singa wruh Arta-daya, dadya teguh timbul, lan dadi paliyasing prang, yen lulungan kang kapapag wedi asih, sato galak suminggah.

… 24 …

Jim peri prayangan pada wedi, mendak asih sakehing durbriksa, rumeksa siyang dalane, singa anempuh lumpuh, tan tumama ing awak mami, kang nedya tan raharja, kabeh pan linebur, sakehe kang nedya ala, larut sirna kang nedya becik basuki, kang sinedya waluya.

… 25 …

Siyang dalu rineksa ing Widi, dinulur saking karseng Hyang Suksma, kaidep ing janma kabeh, aran wikuning wiku, wikan liring mudya semedi, dadi sasedyanira, mangunah linuhung, peparab Hyang Tega-lana, kang asimpen yen tuwajuh jroning ati, kalising panca baya.

… 26 …

Yen kinarya atunggu wong sakit, ejim setan datan wani ngambah, rineksa Malaekate, Nabi Wali angepung, sakeh lara pada sumingkir, ingkang sedya pitenah, marang awak ingsun, rinusak dening Pangeran, eblis lanat sato mara mara mati, tumpes tapis sadaya.

… 27 …

Ana kidung angidung ing wengi, bebaratan duk amrem winaca, Sang Hyang Guru pangadeke, lumaku Sang Hyang Ayu, alembehan Asmara-ening, ngadeg pangawak teja, kang angidung iku, yen kinarya angawula, myang lulungan gusti geting dadi asih, sato setan sumimpang.

… 28 …

Sakatahe upas tawa sami, lara roga waluya kang menggawe, duduk samya kawangsul, akawuryan sanguning pikir, ngadam makdum sadaya, datan paja ngrungu, pangucap lawan pangrasa, myang tumingal kang sedya tumekeng napi, pangreksaning Malaekat.

… 29 …

Jabrail ingkang animbangi, milanira katetepan iman, pan dadya kandel ngatine, Ngijraile puniku, kang rumeksa ing ati suci, Israpil dadi damar, madangi jro kalbu, Mikail kang asung sandang, lawan pangan tinekan ingkang kinapti, sabar lawan narima.

… 30 …

Ya hudaknjeng pamujining wengi, bale aras sesakane mulya, Kirun saka tengen nggone, Wanakirun kang tunggu, saka kiwa gadane wesi, nulak panggawe ala, satru lawan mungsuh, pangeret tengajul rijal, ander-ander kulhu balik kang linuwih, ambalik lara roga.

… 31 …

Dudur molo tengayatul kursi, lungguh neng atine surat amangam, pangeburan lara kabeh, usuk-usuk ing luhur, ingkang aran wesi ngalarik, nenggih Nabi Muhammad, kang wekasan iku, atunggu ratri lan siyang, kibedepan ing tumuwuh pada asih, tunduk mendak maring wang.

… 32 …

Satru mungsuh mundur pada wedi, pemidangan ing betal mukadas, tulak balik pangreksane, pan Nabi patang puluh, paring wahyu mring awak mami, apan Nabi wekasan, sabda Nabi Dawud, apetak Bagenda Ambyah, kinaweden belis lanat lawan ejim, tan ana wani perak.

… 33 …

Pepayune godong dukut langit, tali barat kumendung ing tawang, tinunda tan katon mangke, arajeg gunung sewu, jala sutra ing luhur mami, kabeh rumeksa, angadangi mungsuh, anulak panggawe ala, lara rago sumingkir kalangkung tebih, luput kang wisa guna.

… 34 …

Gunung sewu dadya pager mami, katon murub kang samya tumingal, sakeh lara sirna kabeh, luput ing tuju teluh, taraknyana tenung jalenggi, bubar amdyur suminggah, Sri Sedana lulut, punika sih rahmatulah, rahmat jati jumeneng wali jasmani, iya Sang Jati-mulya.

… 35 …

Ingaranan Rara Subaningsih, kang tumingal samya sih sadaya, kedep sapari polahe, keh lara sirna larut, tan tumama ing awak mami, kang sangar dadi tawa, kang geting sih lulut, saking dawuh Sipat Rahman, iya rahmat rahayu pangreksaneki, sarana nganggo metak.

… 36 …

Yen lumampah kang mulat awingwrin, singabarong kang pada rumeksa, gajah meta neng wurine, macan gembong ing ngayun, naga raja ing kanan kering, singa mulat jrih tresna, marang awak ingsun, jim setan lawan manungsa, pada kedep teluh lawan antu bumi, ajrih lumayu ngintar.

… 37 …

Yen sinempen tawa barang kalir, upas bruwang racun banjur sirna, temah kalis sabarang reh, jemparing towok putung, pan angleyang tumibeng siti, miwah saliring braja, tan tumama mring sun, cedak cupet dawa tuna, miwah sambang setan tenung pada bali, kedep wedi maring wang.

… 38 …

Ana paksi mangku bumi langit, manuk iku endah warnanira, Sagara eroh wastane, uripe manuk iku, amimbuhi ing jagad iki, warnanipun sakawan, sikile wewolu, kulite iku sarengat, getihipun tarekat ingkang sajati, ototipun kakekat.

… 39 …

Dagingipun makripat sajati, cucukipun sajatining sadad, eledan tokid wastane, ana dene kang manuk, pupusuhe supiyah nenggih, amperune amarah, mutmainah jantung, luamah waduke ika, manuk iku anyawa papat winilis, nenggih manuk punika.

… 40 …

Uninipun Jabrail singgih, socanipun punika kumala, anetra wulan srengenge, napas nurani iku, grananipun Tursina nenggih, angaub soring aras, karna kalihipun, ing gunung Arpat punika, uluwiyah ing lohkalam wastaneki, ing gunung Manik-maya.

… 41 …

Ana kidung akadang premati, among tuwuh ing kawasanira, nganakaken saciptane, kakang kawah puniku, kang rumeksa ing awak mami, anekakaken sedya, ing kawasanipun, adi ari-ari ika, kang mayungi ing laku kawasaneki, anekakken pangarah.

… 42 …

Punang getih ing raina wengi, ngrerewangi Allah kang kuwasa, andadekaken karsane, puser kawasanipun, nguyu-uyu sabawa mami, nuruti ing paneda, kawasanireku, jangkep kadang ingsun papat, kalimane pancer wus dadi sawiji, tunggal sawujud ingwang.

… 43 …

Yeku kadangingsun kang umijil, saking marga ina sareng samya, sadina awor enggone, sakawan kadang ingsun, ingkang nora umijil saking, marga ina punika, kumpule lan ingsun, dadya makdum sarpin sira, wewayangan ing Dat samya dadya kanti, saparah datan pisah.

… 44 …

Yen angidung poma den memetri, memuleya sega golong lima, takir potang wewadahe, ulam-ulamanipun, ulam tasik rawa lan kaki, ping pat iwak bangawan, mawa gantal iku, rong supit winungkus samya, apan dadya sawungkus arta saduwit, sawungkuse punika.

… 45 …

Tumpangena neng pontangnya sami, dadya limang wungkus pontang lima, sinung sekar cepakane, loro sapontangipun, kembang boreh dupa ywa lali, memetri ujubira, donganira Mahmut, poma dipun lakonana, saben dina nuju kalahiraneki, agung sawabe ika.

… 46 …

Balik lamun ora den lakoni, kadangira pan pada ngrencana, temah udrasa ciptane, sasedyanira wurung, lawan luput pangarahneki, sakarepira wigar, gagar datan antuk, saking kurang temenira, madep laku iku den awas den eling, tamat ingkang kidungan.

Tembang Sinom

… 01 …

Apuranen sun angetang, lelembut ing tanah Jawi, kang rumeksa ing nagara, para ratuning dhedhemit, agung sawahe ugi, yen apal sadayanipun, kena ginawe tulak, kinarya tunggu wong sakit, kayu aeng lemah sangar dadi tawa.

… 02 …

Kang rumiyin ing mbang wetan, Durganeluh Maospahit, lawan Raja Baureksa, iku ratuning dhedhemit, Blambangan winarni, awasta Sang Balabatu, kang rumeksa Blambangan, Buta Locaya Kediri, Prabu Yeksa kang rumeksa Giripura.

… 03 …

Sidakare ing Pacitan, Keduwang si Klentingmungil, Hendrjeksa, ing Magetan, Jenggal si Tunjungpuri, Prangmuka Surabanggi, ing Punggung si Abur-abur, Sapujagad ing Jipang, Madiyun sang Kalasekti, pan si Koreg lelembut ing Panaraga.

… 04 …

Singabarong Jagaraga, Majenang Trenggiling wesi, Macan guguh ing Grobogan, Kaljohar Singasari, Srengat si Barukuping, Balitar si Kalakatung, Buta Kroda ing Rawa, Kalangbret si Sekargambir, Carub awor kang rumeksa ing Lamongan.

… 05 …

Gurnita ing Puspalaya, Si Lengkur ing Tilamputih, si Lancuk aneng Balora, Gambiran sang sang Kaladurgi, Kedunggede Ni Jenggi, ing Batang si Klewr iku, Nglasem Kalaprahara, Sidayu si Dandangmurti, Widalangkah ing Candi kayanganira.

… 06 …

Semarang baratkatiga, Pekalongan Gunturgeni, Pemalang Ki Sembungyuda, Suwarda ing Sokawati, ing Tandes Nyai Ragil, Jayalelana ing Suruh, Buta Tringgiling Tanggal, ing Kendal si Gunting geni, Kaliwungu Gutuk-api kang rumeksa.

… 07 …

Magelang Ki Samaita, Dadung Awuk Brebes nenggih, ing Pajang Buta Salewah, Manda-manda ing Matawis, Paleret Rajeg-wesi, Kutagede Nyai Panggung, Pragota Kartasura, Carebon Setan Kaberi, Jurutaman ingkang aneng Tegallajang.

… 08 …

Genawati ing Siluman, Kemandang Waringin-putih, si Kareteg Pajajran, Sapuregol ing Batawi, waru Suli Waringin, ingkang aneng Gunung Agung, Kalekah Ngawang-awang, Parlapa ardi Merapi, Ni Taluki ingkang aneng ing Tunjungbang.

… 09 …

Setan Karetek ing Sendang, Pamasuhan Sapu Angin, Kres apada ing Rangkutan, Wandansari ing Tarisig, kang aneng Wanapeti, Malangkarsa namanipun, Sawahan Ki Sandungan, Pelabuhan Dudukwarih, Buta Tukang ingkang aneng Pelajangan.

… 10 …

Rara Amis aneng Tawang, ing Tidar si Kalasekti, Maduretna ing Sundara, Jelela ing ardi Sumbing, Ngungrungan Sidamurti, Terapa ardi Merbabu, Lirbangsan ardi Kombang, Prabu Jaka ardi Kelir, Aji Dipa ardi Kendeng kang den reksa.

… 11 …

Ing pasisir Buta Kala, Telacap Ki Kala Sekti, Kala Nadah ing Tojamas, Segaluh aran si Rendil, Banjaran Ki Wesasi, si Korok aneng Lowange, gunung Duk Geniyara, Bok Bereng Parangtaritis, Drembamoa ingkang aneng Purbalingga.

… 12 ….

Si Kreta karangbolongan, Kedung Winong Andongsari, ing Jenu si Karungkala, ing Pengging Banjaransari, Pagelan kang winarni, aran Kyai Candralatu, ardi Kendali Sada, Ketek putih kang nenggani, Buta Glemboh ing Ngayah kajanganira.

… 13 …

Rara Denok aneng Demak, si Batitit aneng Tubin, Juwal-pajal ing Talsinga, ing Tremas Kuyang nenggani, Trenggalek Ni Daruni, si Kuncung Cemarasewu, Kala-dadung Bentongan, si Asmara aneng Taji, Bagus-anom ing Kudus kayanganira.

… 14 …

Magiri si Manglar Munga, ing Gading si Puspakati, Cucuk Dandang ing Kartika, Kulawarga Tasikwedi, kali Opak winarni, Sangga Buwana ranipun, Pak Kecek Pejarakan, Cing-cing Goling Kalibening, ing Dahrama Karawelang kang rumeksa.

… 15 …

Kang aneng Warulandeyan, Ki Daruna Ni Daruni, Bagus Karang aneng Roban, Pasujayan Udan riris, Widanangga Dalepih, si Gadung Kedung Garunggung, kang aneng Kabareyan, Citranaya kang neggani, Ganepura ingkang aneng Majaraga.

… 16 …

Logenjang aneng Juwana, ing Rembang si Bajulbali, si Londir ing Wirasaba, Madura Buta Garigis, kang aneng ing Matesih, Jaranpanolih ranipun, si Gober Pecangakan, Danapi ing Jatisari, Abar-abir ingkang aneng Jatimalang.

… 17 …

Arya Tiron ing Lodaya, Sarpabangsa aneng Pening, Parangtandang ing Kesanga, ing Kuwu si Ondar-andir, Setan Telaga pasir, ingkang aran si Jalilung, Kala Ngadang ing Tuntang, Bancuri Kala Bancuring, kang angreksa sukuning ardi Baita.

… 18 …

Rara Dungik Randu Lawang, ing Sendang Retna Pangasih, Buta Kepala Prambanan, Bok Sampur neng ardi Wilis, Raden Galanggang Jati, aneng ardi Gajah Mungkur, si Gendruk ing Talpegat, ing Ngembel Rahaden Panji, Pager Waja Rahaden Kusumayuda.

… 19 …

Si Pentul aneng Kacangan, Pecabakan Dodol Kawit, kalangkung kasektenira, titihane jaran panolih, kalacakra payung neki, larwaja kekemulipun, pan samya rinajegan, respati rajege wesi, cametine pat-upate ula lanang.

… 20 …

Sinabetaken mangetan, ana lara teka bali, tinulak bali mangetan, mangidul panyabet neki, ana lara teka bali, tinulak bali mangidul, ngulon panyabetira, ana lara teka bali, pan tinulak bali mangandap kang lara.

… 21 …

mangalor panyabetira, ana lara teka bali, tinulak ngalor parannya, manginggil panyabet neki, ana lara teka bali, tinulak bali manduwur, mangisor panyabetnya, ana lara teka bali, pan tinulak bali mangandap kang lara.

… 22 …

Demit kang aneng Jepara, kalwan kang aneng Pati, kalangkung kasektenira, keringan samaning demit, ing Ngrema Tambaksuli, Yudapeksa ing Delanggu, si Kluntung ing Jepara, Gambir Anom aneng Pti, si Kecebung Kadilangu kang den reksa.

… 23 …

Rara Duleg ing Mancingan, Guwa Langse Raja Putri, kang rumeksa Parang Wedang, Raden Arya Jayengwesti, kabeh urut pasisir, kula warga Nyai Kidul, sampun pepak sadaya, para pramukaning demit, nungsa Jawa paugeran kang rumeksa.

… 24 …

Gantya ingkang winursita, danyang kang ngreksa nagari, jroning praja Surakarta, ingkang pinurwa ing kawi, andana pangreksaning, kang ngripta wilapa kidung, Kyai Rangga timbalan Sang Aji, kang jumeneng Paku Buwana ping gangsal.

Tembang Asmarandana

… 01 …

Kasmaran ingkang pinuji, luputa ing ila-ila, den dohna tulak sarike, ngetang sagunge lelembat, kang kerah Goplem ika, demit lit-alit sadarum, pan dede demit pra raja.

… 02 …

Setan brekasakan sami, si Goplem ditya kebayan, demit jro karaton kabeh, sawabe kinarya tengga, wong sakit budur samya, punika ingkang pakantuk, kalawan wong sakit panas.

… 03 …

Gedong upas kang nenggani, Kala Janggol singkirannya, kang ngreksa Ringin kembare, Kala Sogoksilit ika, si Biti ing Pandeyan, lawan si Gutul Pinanggul, si Angklung aneng Gapura.

… 04 …

Si Lengur Waringin kalih, Bajang Klewer ngreksa Gladag, Jim Putih ing Mesjid gede, Kyai Gotil ing Pajeksan, Plentung Mangku Bumenan, Jungkit Patihan nggenipun, Kyai Modin Bumi Natan.

… 05 …

Tambur Pagongan nggoneki, Bajang Angkrik Tepasanan, Bagus Bengkak rumeksane, ing paseban Prang Wadanan, Gutik ing Pamurakan, si Bodong Loji, nggenipun, Bagus Keret ing Plenggahan.

… 06 …

Ing Karetek Wewe Gerit, Gandor Loji cilik nggennya, Bangkrah aneng dedalane, Pak Tekik, aneng Pacinan, Angkrik ing Pasar besar, kang rumeksa aneng Panggung, Jebres wasta Ki Balentang.

… 07 …

Gus Lampor Jagalan nenggih, Ki Busik ing Wanareja, Ki Londet ing Krapyak, nggone, Balatidir ing Kentingan, Lengkrah Pucangsawitan, Ketek-ketek aneng Jurug, ing Beton si Kalanadah.

… 08 ..

Loji kebon Uwil-uwil, Tengklik Cocor Keter rannya, Mele Pakecohan nggone, Busikmelik Kaluraman, si Jrangkong ing Penjalan, Kotes Sawahan nggenipun, Buta Piti aneng Sangkrah.

… 09 …

Ing Ganggang Bletutur nenggih, Patunggon si Basahlungkrah, Sanasewu dedanyange, Bok Suwenggi wastanira, Kopraljulig Sampangan, wus tamat sasaneng tembung, pamanguning padanyangan.

… 10 …

Gantya kang pinurweng kawi, kalamun darbe atmaja, jalu estri datan pae, nggenira amrih kamulyan, aywa na kang pepeka, lela-lelanen ing kidung, kinanti kalis ing sawan.

Tembang Kinanti

… 01 …

Yen anangis lare iku, lela-lelanen lan dikir, supaya doh kang lalara, sarap sawane yen wani, saking rahmating Hyang Suksma, lan supangate Njeng Nabi.

… 02 …

Winacaha puji iku, setane lumayu nggendring, sarap sawane sumimpang, kala kalane sumingkir, cacing racak pada mendak, remi kruma pada mati.

… 03 …

Pitik tulak pitik tukung, tetulaking jabang bayi, ngedohaken cacing racak, sarap sawane sumingkir, si tukung mangungkung ngarsa, si tulak bali ing margi.

… 04 …

Si jabang bayi puniku, kekasihira Hyang Widi, rineksa ing Malaekat, den emong ing Widadari, pinayungan ing Hyang Suksma, kinebutan para Nabi.

… 05 …

Sakatahe wali kutub, ngulama lan para mukmin, samya angreksa ki jabang, mila tebih ing sasakit, sirna larane ki jabang, walagang slamet ki bayi.

… 06 …

Ana kinjeng tangis tangis mabur, mentok aneng sela ardi, myarsa tangise ki jabang, gyha prapta amarepeki, arsa nyuwuk kang lelara, ngalingi sarwi njampeni.

… 07 …

Punapa t jampinipun, godong asrah ing Hyang Widi, berambang lembahing manah, temu teminahing ati, adas uyah siring nala, mung salawat puji dikir.

… 08 …

Tegese dikir puniku, manut marang Kanjeng Nabi, Mochammad Dinil Mustapa, kalawan maknane dikir, eling mring Pangeranira, kang Agung kang Maha Suci.

… 09 …

Mangkana ta donganipun, alahuma Adam Sarpin, kaheru huwal kamolah, wajibuhu ngalaihi, warabbuhu kayatullah, cep meneng aja anangis.

…10 …

Sapa manglong-manglong iku, aneng wetan tengah kori, apa si maling aguna, dikongkon si malang sekti, amburu si asu ajag, tandesna marang jaladri.

… 11 …

Yen wus panggih prenahipun, kokopen getihe nuli, babalunge kemahana, yen asu ajag wus mati, baliya maling aguna, reksanen si jabang bayi.

… 12 …

Sapa manglong-manglong iku, aneng kidul tengah kori, apa si maling aguna, dikongkon si maling sekti, amburu si asu ajag, tandesna marang jaladri.

… 13 …

Yen wus panggih prenahipun, kokopen getihe nuli, babalunge kemahana, yen asu ajag wus mati, baliya maling aguna, reksanen si jabang bayi.

… 14 …

Sapa manglong-manglong iku, aneng kulon tengah kori, apa si maling aguna, dikongkon si maling sekti, amburu si asu ajag, tandesna marang jaladri.

… 15 …

Yen wus panggih prenahipun, kokopen getihe nuli, babalunge kemahana, yen asu ajag wus mati, baliya maling aguna, reksanen si jabang bayi.

… 16 …

Sapa manglong-manglong iku, aneng elor tengah kori, apa si maling aguna, dikongkon si maling sekti, amburu si asu ajag, tandesna marang jaladri.

… 17 …

Yen wus panggih prenahipun, kokopen getihe nuli, babalunge kemahana, yen asu ajag wus mati, baliya maling aguna, reksanen si jabang bayi.

… 18 …

Sapa ana lungguh iku, aneng kiwa-ningsun guling, apa si maling aguna, kinongkon si maling sekti, amburu si sarap sawan, larungen marang jaladri.

… 19 …

Sapa ana lungguh iku, aneng tengen-ningsun guling, apa si maling aguna, kinongkon si maling sekti, amburu si sarap sawan, larungen marang jaladri.

… 20 …

Sapa ana lungguh iku, aneng dagan-ningsun guling, apa si maling aguna, kinongkon si maling sekti, amburu si sarap sawan, larungen marang jaladri.

… 21 …

Sapa ana lungguh iku, Ulon-ulon-ningsun guling, apa si maling aguna, kinongkon si maling sekti, amburu si sarap sawan, larungen marang jaladri.

… 22 …

Sapa kuwe mengak-minguk, apa si Bajing akikik, kinongkon si Aji-plampang, arsa mrawaseng ajurit, amburu si Kutilapas, payo burunen den aglis.

… 23 …

Tundungen dimene mumbul, sumengka ing awiyati, yen wis adoh tan katingal, sigra baliya den aglis, moluwa maling aguna, angreksa si jabang bayi.

… 24 …

Apa swarane gumludug, kadya lindu gonjang-ganjing, layak si Bledug kasanga, pada atanding kuwanin, kalawan Sapi Gumarang, payo buraken den aglis.

… 25 …

Yen wus sumengka manduwur, sira baliya tumuli, ngumpula si Aji-plampang, atunggu si jabang bayi, ingsun matak aji dipa, ingsun tuduh anggoleki.

… 26 …

Burunen celeng Demalung, tundungen dimen manginggil, yen wus ora katingalan, sira baliya den aglis, reksanen ingkang santosa, anak ingsun jabang bayi.

… 27 …

Dadiya tetulak tanggul, aja na kang sarap sawan, sumingkira ingkang tebih, kariya guna yuwana, utama bekti basuki.

… 28 …

Widada dawa kang umur, kacukupan sandang bukti, ntuk wahyu begja daulat, drajat nugrahaning Widi, cepak jatu kramanira. Oyod arondon lestari.

… 29 …

Sawengi aja na turu, adohna sakeh bilai, singkirna sakehing lara, tulak sarik samya kandih, baliya nuju wetonnya, si jabang amales becik.

… 30 …

Gantya mangke kang winuwus, nunggal anggite wong luwih, ngukarani pepujiyan, tutulaking jabang bayi, sinawang yuda-kenaka, mamrih rahayuning urip.

Tembang Pangkur

… 01 …

Singgah-singgah kala singgah, pan suminggah durga kala sumingkir, singa ama sing awulu, sing suku sing asirah, sing atenggak lawan kala sing abuntutut, pada sira suminggaha, muliya mring asal neki.

… 02 …

Ana kanung saka wetan, nunggang gajah telale elar singgih, kulahu barang balikul, setan lan brekasakan, amuliya mring tawang towang prajamu, eblise ywa kari karang, kulhu balik bolak balik.

… 03 …

ANa kunang kidul sangkanya, nunggang gajah telale elar singgih, kullahu barang balikul, setan lan berkasakan, amuliya mring tawang towang prajamu, eblise ywa kari karang, kulhu balik bolak balik.

… 04 …

ANa kunang kulon sangkanya, nunggang gajah telale elar singgih, kullahu barang balikul, setan lan berkasakan, amuliya mring tawang towang prajamu, eblise ywa kari karang, kulhu balik bolak balik.

… 05 …

ANa kunang lor sangkanya, nunggang gajah telale elar singgih, kullahu barang balikul, setan lan berkasakan, amuliya mring tawang towang prajamu, eblise ywa kari karang, kulhu balik bolak balik.

… 06 …

ambalik maring awaknya, mbalik marang jasatira pribadi, mbalik karsaning Hyang Agung, tamat pasinggah setan, tulak sarap punika gantya winuwus, arane sarap den ucap, sagung kama salah sami.

… 07 …

Arane sarap kang lanang, kulhu putih kang wadon kulhu kuning, ywa wuruk sudi mring sun, ywa marang kaki jabang, sarap mangke sarap wedang sarap awu, pada sira suminggaha, muliha mring asal neki.

… 08 …

Samya geger setan wetan, anrus jagad kulon playune demit, kang tengah Batara Guru, tinutup Nabi Sleman, iblis setan berkasakan ajur luluh, ki jabang bayi wus mulya, liwat siratal mustakim.

… 09 …

Geger stan kidul samya, anrus jagad elor playune demit, kang tengah Batara Guru, tinutup Nabi Sleman, iblis setan berkasakan ajur luluh ki jabang bayi wus mulya, liwat siratal mustakim.

… 10 …

Ajiku gajah pamudya, kebo dungkul brapa rep-sirep sami, sirepa lelara iku, asuwung jantung jagad, tuting mata-mata liring manik ingsun, panahku sapu buwana, dadekna kusuma adi.

… 11 …

Tibakna mring janma lupa, eling mengko eling embenireki, salamet saumuripun, apan ingsun wus wikan, sun angadeg satengahing sagara gung, palinggihku lintang johar, ingkang ingsun-sedya dai.

… 12 …

Tan pegat pamuji mantra, pun Jaswadi putra ing Kodrat-manik, lailaha-ilalahu, Mochammad Rasulullah, salalahu ngalaihi wa salamu, wa ngalaekum salam, agantya manising puji.

Tembang Dhandhanggula

… 01 …

Sipat iman wa mantu bilahi, tegesipun pracaya ing Allah, ing Pangeran sajatine yan Pangeran kang Agung, kang akarya bumi lan langit, angganjar lawan niksa, mring manungsa sagung, langgeng tur murba misesa, Maha Suci angganjar paring rijeki, aniksa angapura.

… 02 …

Kaping kalih wa malaekati, tegesipun pracaya malaekat, anapun tegesem ingutus ing Hyang Agung, pakaryane anunulisi, marang kawulanira, kang dosa lit agung, kang karya purba wisesa, neka-neka gawena sawiji-wiji, sakehe malaekat.

… 03 …

Kaping tigane wa kutubihi, tegesipun pracaya ing kitab, kang tinurunaken kabeh, kitab Adam sapuluh, Nabi Esis seket winilis, anenggih ponang kitab, Idris telung puluh, Ibrahim sapuluh kitab, Torat Musa Dawud Jabur Ngisa Injil, kitab Kuran Mochammad.

… 04 …

Yogya sira kawruhana sami, muga-muga antuka supangat, iya iku andikane, gusti Njeng Nabi Rasul, sinung rahmat dening Hyang Widi, sing sapa ngapalena, iya janjinipun, den padakken asidekah, saben warsa sami lan wong munggah kaji, sapisan marang Mekah.

… 05 …

Lan den dohken sakehing bilai, sinung rahmat ing donnya akerat, sarta linebur dosane, lan malih sawabipun, lamun ana janma kang sakit, lan sira wacakena, ngulon-ulonipun, ngalamat ingkang alara, oleh tamba saking sabdaning Hyang Widi, lan berkahing Panutan.

… 06 …

Kawruhana kehing pra Nabi, Nabi Adam kang mangka wiwitan, Nabiyullah wekasane, katahe yen pinetung, kawan dasa langkung kalih, lah sigra estokena, sadaya den emut, luwih agung kang supangat, lemah sangar kayu aeng lebur sami, tan ana kara-kara.

… 07 …

Gantya malih murwanio amuji, Caritane nenggih wringin sungsang, punika ageng sawabe, ananging ta kalamun, winaca sru pareng nujoni, ana wanudya wawrat, iku tan pakantuk, manawa dadya jalaran anggogrogken wetengane kang nggarbini, dadya wasaneng durma.

Tembang Durma

… 01 …

Wringin sungsang wayahipun tumuruna, ngaubi awak mami, tur tinuting bala, pinacak suji kembar, pipitu jajar maripit, asri yen siyang, angker kalane wengi.

… 02 …

Duk samana akempal kumpuling rasa, netraku dadi dingin, netra ningsun emas, puputihe mutyara, ireng-ireng wesi manik, ceploking netra, waliker uda ratih.

… 03 …

Idep ingsun kekencang bang ruruwitan, alisku sarpa mandi, kiwa tengen pisan, cupakku surya kembar, kedepku pan kilat tatit, kang munggeng sirah, wesi kekenten adi.

… 04 …

Rambut kawat sinomku pamor anglayap, batuk sela cendani, kupingku salaka, pilingan ingsun gangsa, irungku wesi duaji, pasu kulewang, pipiku wesi kuning.

… 05 …

Watu item lungguhe ing janggut ingwang, untuku rajeg wesi, lidah wesi abang, aran wesi mangangkang, iduku tawa sakalir, lambeku iya, sela matangkep kalih.

… 06 …

Guluku-ningsun paron wesi galigiran, jaja wesi sadacin, pundak wesi akas, walikat wesi ambal, salangku wesi walulin, bauku denda, sikutku pukul wesi.

… 07 …

Asta criga epek-epek ingsun cakra, cakar wok jempol kalih, panuduh trisula, panunggulku musala, mamanisku supit wesi, jentikku iya, ingaran pasopati.

… 08 …

Bebokongku sela ageng kumalasa, akawet wesi gilig, ebol-ingsun karah, luput denda kang tinja, balubukan entut mami, uyuhku wedang, dakarku purasani.

… 09 …

Jembut kawat gantungaku wesi mentah, walakang wesi gapit, pupu kalataka, sungsum ingsun gagala, ototku gungane wesi, ing dalamkan, ingaran kaos wesi.

… 10 …

Sampun pepak sarira-ningsun sadaya, samya pangawak wesi, pan ratuning braja, manjing aneng sarira, tan ana braja ndatengi, dadya wiyana, ayu sarira mami.

… 11 …

Ana kidung sun-angidung bale anyar, tanpa galar asepi, ninis samun samar, patining wuluh kembang, siwur burut tanpa kancing, kayu trisula, gagarannya calimprit.

… 12 …

Sumur bandung sisirah talaga mancar, tibeng jaja ajail, dinding endas parah, ulur-ulur liweran, tatambang jaringing maling, dadal dadnya, gagulung ing gagapit.

… 13 …

Naga raja pangawasan manik kembang, kembang gubel abaji, tajem neng kandutan, udune sarwi nungsang, kurangsangan angutipil, angajak-ajak.

MEMBUKA RAHASIA ILMU KASAMPURNAAN

4 Maret 2011

Ketika selesai membangun pesantren, Raden Paku teringat salah satu bungkusan yg harus dibukanya. Ia ingat kata2 ayahnya kalau bingkisan itu berisi rahasia ilmu sejati yg harus dibacanya. Dengan hati2 dibukanya bungkusan tsb. Didalamnya ada beberapa lembar daun lontar bertuliskan huruf arab pegon. Segera dibacanya tulisan tsb.

A. Tentang Macam Ilmu Manusia.

Adalah suatu yg pasti terjadi anakku, ketahuilah ini, renungkan demi kasampurnaan ilmumu. Di dunia ini, entah kapan, sakit, dan mati pasti terjadi. Maka hendaklah waspada, tidak urung kita juga akan mati, jangan lupa pada sangkan paran dumadi. Untuk itu, di dunia ini hendaklah selalu prihatin. Agar benar2 sempurna engkau berilmu.

Dalam memperbincangkan ilmu kasempurnaan ini, jangan lupa arti bahasanya jika engkau mempertanyakannya. Karena mengetahui arti bahasa adalah kuncinya. Kesungguhanlah yg pasti, itulah yg perlu benar2 engkau mengerti. Jangan takut pd biaya. Bukan emas, bukan dirham, dan bukan pula harta benda. Namun hanya niat ikhlas saja yg diperlukan.

Adapun ilmu manusia itu ada 2, anakku. Yang pertama adalah ilmu kamanungsan yg lahir daru jalan indrawi dan melalui laku kamanungsan. Yang kedua adalah ilmu kasampurnaan yg lahir melalui pembelajaran langsung dari Sang Khalik. Untuk yg kedua ini, ia terjadi melalui 2 cara, yaitu dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, dilalui dg cara belajar. Sedangkan yg dari dalam, dilalui dg cara menyibukan diri dg jalan bertapa ( bertafakur ).

Adapun bertafakur secara batin itu sepadan dg belajar secara lahir. Belajar memilki arti pengambilan manfaat oleh seorang murid dari gerak seorang guru. Sedangkan tafakur memilki makna batin, yaitu suksma seorang murid yg mengambil manfaat dari suksma sejati, ialah jiwa sejati.

Suksma sejati dalam olah ngelmu memilki pengaruh yg lebih kuat dibandingkan berbagai nasehat dari ahli ilmu dan ahli nalar. Ilmu2 seperti itu tersimpan kuat pada pangkal suksma, bagaikan benih yg tertanam dalam tanah, atau mutiara di dasar laut.

Ketahuilah anakku, kewajiban orang hidup tidak lain adalah selalu berusaha menjadikan daya potensial yg ada di dalam dirinya menjadi suatu bentuk aksi (perbuatan) yg bermanfaat. Sebagaimana engkau juga wajib mengubah daya potensial yg ada dalam dirimu menjadi perbuatan, melalui belajar. Sejatinya dalam belajar, suksma sang murid menyerupai dan berdekatan dg suksma sang guru. Sebagai yg memberi manfaat, guru laksana petani. Dan sbg yg meminta manfaat, murid ibarat bumi atau tanah.

Anakku ketahuilah, ilmu merupakan kekuatan seperti benih atau tepatnya seperti tumbuh2an. Apabila suksma sang murid sudah matang, ia akan menjadi seperti pohon yg berbuah, atau seperti mutiara yg sudah dikeluarkan dari dasar laut. Jika kekuatan badaniah mengalahkan jiwa, berarti murid masih harus terus menjalani laku prihatin dalam olah ngelmu dg menyelami kesulitan demi kesulitan dan kepenatan demi kepenatan, dalam rangka menggapai manfaat.

Jika Cahaya Rasa mengalahkan macam2 indra, berarti murid lebih membutuhkan sedikit tafakur ketimbang banyak belajar. Sebab suksma yg cair atau dalam bahasa arab dsb nafs al-qabil akan berhasil menggapai manfaat walau hanya dg berfikir sesaat, ketimbang proses belajar setahun yg dilakukan oleh suksma yg beku nafs al-jamid.

Jadi, engkau bisa meraih ilmu dg cara belajar, dan bisa juga mendapatkannya dg cara bertafakur. Walaupun sebenarnya dalam belajar itu juga memerlukan proses tafakur. Dan dg tafakur engkau tahu manusia hanya bisa mempelajari sebagian saja dari seluruh ilmu dan tidak bisa semuanya.

Banyak ilmu2 mendasar atau yg dsb annazhariyyah dan penemuan2 baru, berhasil dikuak oleh orang2 yg memilki kearifan. Dg kejernihan otak, kekuatan daya fikir dan ketajaman batin, mereka berhasil menguak hal2 tsb tanpa proses belajar dan usaha pencapaian ilmu yg berlebihan.

Dg bertafakur, manusia berhasil menguak ajaran sangkan paraning dumadi . Dg begitu terbukalah asumsi dasar dari keilmuan sehingga persoalan tidak berlarut2 dan segera tersingkap kebodohan yg menyelimuti kalbu.

Seperti telah kuberitahukan sebelumnya anakku, suksma tidak bisa mempelajari semua yg di inginka, baik yg bersifat sebagian ( juz’i / parsial ) maupun yg menyeluruh ( kulli / universal ) dg cara belajar. Ia harus mempelajari dg induksi, sebagian dg deduksi sebagaimana umumnya manusia dan sebagian lagi dg analogi yg membutuhkan kejernihan berfikir. Berdasarkan hal ini, ahli ilmu terus membentangkan kaidah2 keilmuan.

Ketahuilah anakku.
Seorang ahli ilmu tidak bisa mempelajari apa yg dibutuhkan seluruh hidupnya. Ia hanya bisa mempelajari keilmuan umum dan beragam bentuk yg merupakan turunannya dan hal itu menjadi dasar untuk melakukan qiyas terhadap berbagi persoalan lainnya. Begitu pula para tabib, tidaklah bisa mempelajari seluruh unsur obat2an untuk orang lain. Meraka hanya mempelajari gejala2 umum. Dan setiap orang diobati menurut sifat masing2 Demikian juga para ahli perbintangan, mereka mempelajari hal2 umum yg berkaitan dg bintang, kemudian berfikir dan memutuskan berbagai hukum.Demikian juga halnya seorang ahli fikih dan pujangga. Begitu seterusnya, imajinasi dan karsa yg indah2 berjalan. Yang satu menggunakan tafakur sbg alat pukul, semacam lidi, sedangkan yg lain menggunakan alat bantu lain untuk merealisasikan.

Anakku jika pintu suksma terbuka, ia akan tahu bagaimana cara bertafakur dg benar dan selanjutnya ia bisa memahami bagaimana merealisasikan apa yg diinginkan. Karena itu hati pun menjadi lapang, pikiran jadi terbuka dan daya potensial yg ada dalam diri akan lahir menjadi aksi (perbuatan) yg berkelanjutan dan tak mengenal lelah.

B. Memahami Ilmu Kasampurnaan.

Ketahuilah anakku bahwa ilmu kasampurnaan itu ada 2 macam,

Pertama, diberikan melalui wahyu.

Apabila suksma manusia telah sempurna, niscaya akan sirna segala sesuatu yg dapat mengotori watak, seperti halnya sikap rakus dan impian semu. Suksma akan menghadap Sang Pencipta, merengkuh cintaNya dan berharap manfaat serta limpahan cahayaNya.

Allah akan menyambut suksma itu secara total. Tatapan Ketuhan memandanginya dan menjadikannya seperti papan. kemudian Allah akan menjadikan pena dari suskma sejati. Dan pena itu diukirkan ilmu pada papan tadi.

Suksma sejati laksana guru, suksma manusia suci ibarat sang murid. Sehingga dicapailah seluruh ilmu, dan padanya semua bentuk terukir tanpa proses belajar maupun berfikir. Dalilnya : “Dan Dialah yg mengajarkanmu apa2 yg tidak kamu ketahui” (QS. An-Nisa:213).

Ilmu para nabi lebih tinggi derajatnya dibandingkan ilmu mahluk2 yg lain. Karena ilmu tsb diperoleh langsung dari YME tanpa perantara. Kau bisa memahami dalam kisah para malaikat dg kanjeng Nabi Adam. Sepanjang usianya para malaikat terus belajar. Dan dg berbagi cara mereka berhasil mendapatkan banyak macam ilmu, sehingga mereka menjadi mahluk yg paling berilmu dan mahluk paling berpengetahuan.

Sementara itu Adam tidaklah tergolong ahli ngelmu karena ia tidak pernah belajar dan berjumpa dg seorang guru. Malaikat bangga dan dg besar hati mereka berkata:” padahal kami Senantisa bertasbih dg memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” (QS. Al-Baqarah:30).

Kanjeng Nabi Adam kembali menuju Sang Pencipta. Lantas beberapa bagian dalam hati Kanjeng Nabi oleh Allah dikeluarkan ketika ia menghadap dan memohon pertolongan kepada Tuhan. Lalu Allah ajarkan seluruh nama2 benda. “Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat, lantas Allah berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda2 itu jika kamu memang orang2 yg benar” (QS. Al-Baqarah:31).

Ketahuilah, malaikat menjadi kerdil dihadapan Adam. Ilmu mereka menjadi terlihat sempit. Mereka tak bisa berbangga dab besar hati, justru yg ada hanya rasa tak berdaya. “Maha Suci Engkau, tidak ada yg kami ketahui selain dari apa yg Engkau ajarkan kpd kami” (QS. Al-Baqarah:32).

Maka kepada mereka Adam diberitahukan bbrp bagian ilmu dan hal2 yg masih tersembunyi. Akhirnya jelaslah bagi kaum berakal, bahwa ilmu gaib yg bersumber dari wahyu lebih kuat dan lebih sempurna dibandingkan ilmu yg diperoleh dg penglihatan langsung.

Ilmu yg diperoleh melalui wahyu merupakan warisan dari hak para nabi. Namun mulai masa Kanjeng Nabi Muhammad pintu wahyu telah ditutup oleh Allah. Sebab Muhammad adalah penutup para nabi. Dia mewakili sosok paling berilmu dan paling fasih dikalangan manusia. Allah telah mendidiknya dg budi pekertinya menjadi baik.

Ketahuilah anakku, Ilmu Rasul itu lebih sempurna, lebih mulia, dan kuat. Karena ilmu tsb diperoleh langsung dari Sang Khalik. Beliau sama sekali tidak pernah menjalankan proses belajar-mengajar insani.

Ilmu Kasampurnaan yg Kedua,

disampaikan sebagai ilham yaitu peringatan suksma sejati terhadap suksma manusia berdasarkan kadar kejernihan, penerimaan dan daya kesiapannya. Ilham boleh dikatakan mengiringi wahyu. Kalau wahyu merupakan penegasan perkara gaib, maka ilham merupakan penjelasannya. Ilmu yg diperoleh dg wahyu itulah sejatinya ilmu kenabian, sedangkan yg diperoleh dg ilham itulah sejatinya ilmu kewalian.

Ilmu kewalian diperoleh secara langsung, tanpa perantara antara suksma dan Sang Pencipta. Ilmu Kasampurnaan itu laksana secercah cahaya dari alam gaib, yang datang menerpa hati yg jernih, hampa dan lembut.

Semua ilmu merupakan produk pengetahuan yg diperoleh dari suksma sejati yg terdapat dalam inti sangkan paraning dumadi
dg menisbatkan pada RASA SEJATI, seperti penisbatan Siti Hawa kepada Kanjeng Nabi Adam.

Ketahuilah anakku, rasa sejati lebih mulia, lebih sempurna dan lebih kuat dari disisi Allah dibandingkan suksma sejati. Sedangkan suksma sejati lebih terhormat, lebih lembut dan lebih mulia dibandingkan mahluk2 lain.

Adapun ilham itu terlahir dari melimpahnya rasa sejati dan juga terlahir dari melimpahnya pancaran sinar suksma sejati. Jika wahyu menjadi perhiasan para nabi, maka ilham menjadi perhiasan para wali. Adapun ilmu yg diperoleh dari wahyu adalah sebagaimana suksma tanpa rasa atau wali tanpa nabi. Begitu pula ilham tanpa wahyu akan menjadi lemah. Ilmu akan menjadi kuat jika dinisbatkan kepada wahyu yg bersandar pada penglihatan ruhani. Itulah ilmu para nabi dan wali

Ketahuilah, ilmu yg diperoleh dg wahyu hanya khusus bagi para rasul, seperti diberikan kepada Adam, Musa, Ibrahim, Isa, Muhammad saw dan para rasul lain. Itulah yg menbedakan antara risalah dg nubuwwah .
Adapun nubuwwah adalah perolehan hakikat dari ilmu dan rasionalitas2 oleh suksma yg suci kepada orang2 yg mengambil manfaat. Barangkali perolehan semacam itu didapat salah satu suksma, tetapi ia tidak berkewajiban menyebarkannya karena suatu alasan dan oleh sebab2 tertentu.

Ilmu kasampurnaan menjadi milik seorang nabi dan wali, sebagaimana dimilki Khidir a.s. Hal itu terdapat pd dalil: “Dan yg telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS. Al-Kahfi:65).

Ingatlah ketika khalifah Ali berujar: “Kumasukan lisanku kemulutku, hingga terbukalah dihatiku seribu pintu ilmu, yg pada setiap pintu terdapat seribu pintu yg lain”. Dan ia berkata: “Andai kuletakkan bantal dan aku duduk diatasnya, niscaya aku akan mengambil putusan hukum bagi penganut Taurat berdasarkan Taurat mereka, bagi penganut Injil berdasarkan Injil mereka, dan bagi penganut al-Quran berdasarkan al-Quran mereka”.

Derajat seperti ini tidak bisa diterima dg melalui ilmu kemanungsa semata yg hanya dari pembelajaran insani. Pastilah seseorang yg telah mencapai derajat tsb telah dikarunia ilmu kasampurnaan.

Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirimu, Dia akan menyingkap tabir atau hijab yg menhalangi dirimu dg suksma yg menjadi papan itu. Dg demikian, sebagian rahasia dari apa2 yg tersembunyi akan ditampakan pdmu. segenap makna yg terkandung didalam rahasia tsb akan terpahat pd suksmamu. Dan suksma itupun mengungkapkan sebagaimana engkau ingin karena dikehendakiNya..

Sejatinya, kearifan bisa lahir dari ilmu kasampurnaan. Selama engkau belum mencapai derajat atau tingkatan ini, engkau tidak akan menjadi seorang arif.
Karena kearifan merupakan pemberian Hyang Widi.
Dalilnya : ” Allah menganugrahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar2 telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang2 yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran ” (QS. Al-Baqarah:269).

Hal itu karena orang2 yg berhasil mencapai ilmu kasampurnaan tidak perlu lagi banyak berusaha memahami ilmu secara induktif dan berpayah-payah belajar. Orang yg demikian sedikit belajar, banyak mengajar, sedikit capai, banyak istirahat.

Ketahuilah anakku, setelah wahyu terputus dan sesudah pintu risalah ditutup, umat manusia tidak lagi membutuhkan kehadiran rasul atau utusan. Mereka tidak lagi memerlukan penampakan dakwah setelah penyempurnaan agama. Bukanlah termasuk kearifan menampakan nilai lebih tidak berdasarkan kebutuhan.

Tapi ketahuilah anakku, pintu ilham itu tidak pernah ditutup. Pancaran cahaya suksma sejati tidak pernah terputus. Karena suksma terus membutuhkan arahan, pembaharuan dan peringatan. Umat manusia tidak memerlukan risalah dan dakwah, tetapi masih membutuhkan peringatan sebagai akibat dari tenggelamnya mereka pada rasa was-was dan terhanyut oleh gelombang syahwat.

Karena itu Allah menutup pintu wahyu sebagai pertanda bagi hamba-Nya dan membuka pintu ilham sebagai rahmat serta menyiapkan segala sesuatu menyusun tingkatan2 supaya mereka tahu bahwa Allah Maha Lembut kepada hamba2-Nya, memberikan rezeki kepada siapa saja yg dikendaki tanpa perhitungan. Selesai sudah nasehatku tentang kawruh kesejatian yg kubeberkan padamu. Hendaklah engkau bisa menggunakan sebaik mungkin.

Dengan sikap takzim, Raden Paku ( Sunan Giri ) menerawang ke depan membayangkan wajah ayahandanya mengucapkan sendiri kata2 yg barusan dibacanya. Digengamnya erat2 lembaran lontar itu, lalu didekapkan didada serasa hendak menggoreskan makna dalam hatinya. Suatu makna dari nasehat orang suci yg tak lain adalah ayahandanya sendiri Syeh Wali Lanang / Syeh Awallul Islam ( Maulana Ishak ), lelaki suci keturunan manusia utama.